Find Us On Social Media :

Kolang-kaling Penyeimbang Menu Berlemak

By K. Tatik Wardayati, Selasa, 7 Agustus 2012 | 17:24 WIB

Kolang-kaling Penyeimbang Menu Berlemak

Intisari-Online.com – Di bulan Puasa, bahan makanan yang satu ini sering tampil dalam campuran kolak. Sementara, di hari Lebaran, kolang-kaling bisa jadi hidangan yang menawarkan warna dan rasa berbeda. Selain menyegarkan, manisan kolang-kaling mudah dibuat dan kaya serat. Jadi, bisa mengimbangi hidangan yang umumnya tinggi lemak saat Lebaran.

Kolang-kaling disukai karena teksturnya yang kenyal, sedikit lebih keras dari sari kelapa (nata de coco). Rasa kenyal yang sangat khas tersebut memberikan kesan tersendiri bagi siapa saja yang mencicipinya. Selain manisan, kolang-kaling juga dimanfaatkan sebagai bahan pencampur minuman dingin (es campur atau es sirop), sekoteng, kolak, buah kaleng, salad, dan makanan ringan lainnya.

Berasal dari bagian pohon enau atau aren (Arenga pinnata), yang merupakan salah satu anggota famili Palmaceae. Tumbuhan ini merupakan jenis palma terpenting setelah kelapa. Tumbuhan serbaguna yang dikenal dengan nama berbeda-beda di beberapa daerah.

Kolang-kaling yang di Jakarta dikenal sebagai buah atep, atau celuruk kata orang Sunda. Buah aren yang baik untuk diolah menjadi kolang-kaling adalah buah setengah matang yang berumur sekitar 1 – 1,5 tahun atau lebih. Buah yang terlalu muda akan menghasilkan kolang-kaling yang sangat lunak, sedangkan yang terlalu tua akan menghasilkan kolang-kaling yang terlalu keras dan berserat. Buahnya tersusun berantai menjuntai, berbentuk bulat peluru, dengan diameter sekitar 4 cm. Tiap tandan mempunyai 10 tangkai atau lebih, dan setiap tangkai memiliki lebih kurang 50 butir buah berwarna hijau sampai cokelat kekuningan.

Daging buahnya tidak bisa dinikmati secara langsung, karena sekujur kulit buahnya mengandung getah beracun yang amat gatal dan mampu membuat kulit tubuh melepuh. Buah yang telah dipanen lalu dibakar di tengah tumpukan kayu kering, sampai kulit buah hangus. Pembakaran ini dimaksudkan untuk memudahkan pelepasan biji dan menghancurkan kristal-kristal kalsium oksalat yang dapat menimbulkan rasa gatal pada kulit. Kemudian, dicungkil tiap biji-bijinya yang seputih beras.

Cara lain untuk memperoleh kolang-kaling adalah dengan merebus buah aren di dalam drum. Perebusan dilakukan sampai warna buah berubah dari hijau tua menjadi hijau pucat kekuning-kuningan. Lalu dikupas bagian kulitnya menggunakan pisau.

Biji yang diperoleh kemudian ditumbuk dengan batu sampai pipih, selanjutnya dicuci dan direndam dalam air bersih bercampur kapur sirih, untuk menyerap racun gatal yang mungkin masih tersisa. Rendaman bisa selama 3 – 4 hari supaya mengembang. Setelah itu kolang-kaling dicuci kembali dengan air bersih dan siap untuk dimakan atau dipasarkan.

Walaupun kandungan gizi kolang-kaling tidak begitu tinggi, secara umum masih lebih baik dibandingkan dengan agar-agar yang lebih luas penggunaannya, demikian menurut Prof. Dr. Made Astawan. Kandungan utama kolang-kaling adalah air yang mencapai lebih dari 95 persen, sisanya berupa protein (0,23 – 0,57 persen), lemak (0,14 – 0,24 persen), pati (0,5 – 0,12 persen), kadar gula (0,04 – 0,51 persen), serta mineral (0,05 – 0,21 persen).

Fungsi yang cukup penting dari kolang-kaling adalah sebagai penyedia serat pangan (dietary fiber) yang cukup berarti dalam diet manusia.

Fungsi utama serat pangan adalah: