Find Us On Social Media :

Candu Nikotin Lebih Kuat dari Kokain

By Rusman Nurjaman, Kamis, 28 Februari 2013 | 15:00 WIB

Candu Nikotin Lebih Kuat dari Kokain

Intisari-Online.com- Umumnya para perokok tahu, rokok yang diisapnya membahayakan kesehatan tubuhnya. Namun, untuk berhenti mereka harus berjuang ekstrakeras. Berbagai penelitian di dunia medis memang menegaskan, adiksi nikotin jauh lebih berat dibanding kokain.

Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P, dokter spesialis paru dari Klinik Berhenti Merokok, Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, menerangkan, untuk berhenti merokok perlu memperhatikan empat faktor: tingkat adiksi, efek sakau, perilaku, dan lingkungan.

Candu rokok bisa merangsang pelepasan neurotransmiter sehingga mengurangi nafsu makan; membangkitkan daya imajinasi, dan mengurangi rasa depresi. Bila berhenti merokok, akan berdampak sebaliknya: menimbulkan sakau, perasaan cemas, sulit tidur, depresi, pengen marah, badan pegel, dan batuk. “Namun, masa transisi ini hanya berlangsung 1-3 bulan,” kata Agus.

Ahli medis, lanjut Agus, hanya bisa menangani faktor candu dan efek sakau. Dokter klinik akan memberikan konseling ditambah terapi obat untuk mengurangi adiksi. Di luar itu, niat dan motivasi untuk berhenti merokoklah yang paling utama. Bila motivasi pasien kuat, kemungkinan besar bisa dibantu. Apalagi bila motivasinya kuat dan adiksinya ringan. Sebaliknya, bila adiksinya kuat dan motivasinya setengah-setengah, bimbingan konseling dan dukungan motivasi pun akan sulit. “Klinik bisa menilai tingkat motivasi ini dari instrumen kuesioner yang diisi pasien. Kenyataanya, hanya 30 persen saja pasien yang memiliki motivasi kuat,” ungkap Agus. 

Faktor lainnya, perilaku dan lingkungan, juga harus diperhatikan mereka yang ingin berhenti merokok. Faktor perilaku terkait dengan kebiasaan merokok. Biasanya merokok dilakukan sehabis makan, bangun tidur, atau saat pusing. Lingkungan sosial perokok mempunyai peran penting. Sebab, keinginan untuk merokok biasa timbul dari ajakan teman, kolega atau tetangga. Ini menjadi beban karena ada risiko dianggap tidak mau masuk kelompok mereka.

Akan tetapi dua faktor terakhir ini dapat ditangani sendiri oleh perokok yang ingin berhenti. “Manajemen perilaku bisa dilakukan di rumah. Di sini butuh dukungan keluarga, yaitu dengan cara membuang hal-hal yang berhubungan dengan rokok,” tambah Agus.

Sedangkan manajemen lingkungan dilakukan dengan ketegasan sikap untuk tidak terpengaruh ajakan orang lain. Yang bersangkutan tidak perlu takut akan dikucilkan bila menolak tawaran teman untuk merokok. Karena itu, adanya regulasi pemerintah sangat membantu, kata Agus. Misalnya, dengan memberlakukan semua kantor atau gedung di Jakarta bebas rokok.