Penulis
Intisari-Online.com - Tumpukan koran bekas, berkas-berkas kerja, atau sekumpulan boneka Barbie bisa saja tampak seperti koleksi yang tidak berbahaya.
Namun saat koleksi tersebut sudah lebih mirip sebagai timbunan barang yang tidak berguna, kebiasan tersebut mungkin bergeser menjadi patologi.
(Baca juga:Jangan Sembarang Menuduh! Orang yang Ke Psikiater Belum Tentu Sakit Jiwa!)
Sebelum diluncurkannya panduan kesehatan jiwa terbaru dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) edisi kelima, menimbun dianggap sebagai salah satu obsessive-compulsive disorder (OCD) atau gangguan obesesif-kompulsif.
Namun kini para psikolog menilai mengumpulkan barang-barang tidak bernilai secara berlebihan ke dalam diagnosis tersendiri, yaitu gangguan menimbun atau hoarding disorder.
Orang yang mengalami gangguan menimbun biasanya tergantung pada barang-barang karena mereka takut suatu saat membutuhkannya.
Mereka juga kadang menilai suatu barang terlalu tinggi dari yang seharusnya.
“Mengoleksi dianggap normal karena diisi oleh barang-barang yang memiliki nilai, sedangkan menimbun diisi oleh barang-barang yang bisa disebut sampah,” ujar Robin Rosenberg, psikolog klinis sekaligus penulis Abnormal Psychology.
Tidak seperti kolektor, penimbun tidak membatasi dirinya.
“Kolektor akan menjual koleksinya jika ruangan dirasa sudah tidak bisa menampung, sedangkan penimbun akan terus mengisi ruangan tersebut hingga benar-benar penuh,” tambah Rosenberg.
Ini dianggap gangguan karena bisa menimbulkan bahaya.
(Baca juga:Alami Tanda-tanda Ini? Anak Anda Mungkin Alami Kelainan Jiwa!)
Tumpukan kertas tua dapat dengan mudah memicu kebakaran yang bisa saja menimbulkan korban jiwa. Mengumpulkan barang-barang yang tergolong sampah juga bisa menciptakan habitat bagi serangga dan hewan pengerat.
“Orang-orang benar-benar bisa dilumpuhkan oleh ketidakmampuan mereka untuk membuang segala barang-barang yang bisa menimbulkan bahaya bagi, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain,” tegas Rosenberg. (LiveScience)