Penulis
Intisari-Online.com -Sikap ganas dan tegas Presiden Filipina Rodrigo Duterte rupanya tidak hanya ketika menumpas bandit narkotika dan teroris ISIS di Marawi tapi juga terhadap kapal-kapal perang China yang melanggar perairan Filipina.
Filipina memang sudah beberapa kali menunjukkan kemarahannya ketika Kepulauan Spratley yang masih merupakan wilayahnya dan berada perairan di Laut China Selatan diklaim China.
Pada 27 Maret 2018 sekelompok nelayan Filipina yang sedang mencari ikan di sekitar Kepulauan Spratley telah ditembaki oleh kapal penjaga pantai China sehingga membuat Filipina makin marah.
Presiden Duterte yang dikenal sebagai orang yang mudah mencabut senjata dan pernah menembak mati penjahat saat menjabat Walikotai Davao itu (abc.net.au 15/12/2016) , mengancam akan berperang melawan China demi membela kedaulatannya yang telah dilanggar (kompas.com, 29/5/2018).
Baca juga:Pagpag, Masakan dari Sampah yang Sangat Melegenda di Filipina!
Keberanian Filipina untuk menantang perang melawan China itu sebenarnya beresiko tinggi mengingat kekuatan militer yang dimiliki Filipina sangat terbatas.
Hingga kini AU Filipina yang merupakan andalan untuk menyerang dari udara hanya memiliki 12 jet tempur FA-50 buatan Korsel.
Jika dibandingkan dengan jet-jet tempur AU China yang jumlahnya memcapai ratusan, kekuatan AU Filipina benar-benar terlalu lemah.
Apalagi China sudah bisa memproduksi sendiri jet-jet tempur berteknologi siluman J-20 dan sejumlah kapal induk serta rudal-rudal balistik.
Dengan melihat perbandingan kekuatan militer antara China dan Filipina itu, jika peperangan sampai terjadi maka bak David lawan Goliath.
Filipina memang telah meminta bantuan ke AS demi persiapan perang melawan China dan ‘dijawab’ oleh AS dengan melaksanakan pelayaran dua kapal destroyernya di sekitar Kepulauan Paracel, Laut China Selatan (cnn.com 28/5/2018).
Tapi dua destroyer AS itu terpaksa kabur karena diusir oleh kapal –kapal perang China.
Keberanian dan ketegasan Filipina yang akan memerangi China di Laut China Selatan itu layak diajungi jempol karena dilakukan demi membela kedaulatan negaranya.
Baca juga:Indonesia Ingin ‘Borong’ Sukhoi: Terkait Perubahan Nama Laut China Selatan Jadi Laut Natuna Utara?
Indonesia sebenarnya juga berpotensi memiliki konflik dengan China di Laut China Selatan terkait perairan di kawasan Natuna.
Apalagi China telah menyatakan ketidaksetujuannya terhadap penamaan Laut Natuna Utara oleh Indonesia mengingat wilayah perairan itu sebenarnya sudah diklaim oleh China.
Pemerintah China sendiri telah mengirimkan surat ke pemerintah RI untuk membatalkan penamaan Laut Natuna Utara itu (republika.co.id 4/9/2107).
Dengan surat keberatatan yang pernah disampaikan oleh China itu memang ada indikasi bahwa perairan Natuna akan bisa memicu konflik antara China-Indonesia di masa depan.
Tapi jika dibandingkan Filipina, Indonesia yang faktanya memiliki kekuatan militer lebih besar (menurut data globalfirepower 2018, Indonesia menduduki ranking 15 besar dunia dan Filipina pada ranking 52), seharusnya Indonesia bisa lebih tegas terhadap China, dibandingkan Filipina terkait konflik di Laut China Selatan.
Baca juga:Mengesankan, Ini 7 Foto yang Membuktikan Bahwa Kate Middleton Adalah 'Reinkarnasi' Putri Diana