Secanggih Apapun Kalkulatornya, Toh Menghitung Tetap Pakai Jari!

Mentari DP

Penulis

Dulu, menghitung pakai jari tangan. Lalu ditemukanlah kalkulator. Secanggih apapun kalkulatornya, tetap saja menggunakan jari.

Intisari-Online.com – Pada awal peradaban manusia, konon, untuk menghitung satu sampai tiga saja susahnya bukan main.

Penduduk di dataran rendah Amazon, misalnya, cara menghitungnya begini: satu, dua, banyak ...!

Ketika mulai bisa menghitung lebih banyak, orang lalu memakai jari tangan dan jari kaki atau benda lainnya.

Akan tetapi jelas, sebagai alat hitung jari-jari tadi berkemampuan amat terbatas.

Baca juga: Ingin Tahu Berapa Banyak Orang yang Ulang Tahun di Hari yang Sama? Ini Cara Menghitungnya!

Awal mula alat hitung barangkali dimulai dengan sempoa atau abakus yang dijalankan secara manual.

Alat ini – konon berasal dari Asia (Cina) lebih dari 5.000 tahun yang lalu – dengan pelbagai versinya dipakai secara luas di berbagai belahan dunia seperti di Yunani Kuno, Mesir Kuno, juga Romawi, Rusia, Jepang, serta India dan Cina.

"Sempoa" paling tua agaknya semacam papan tempat orang Babilonia menaburkan pasir di atasnya untuk bisa melacak huruf untuk menulis.

Sampai akhir abad ke-17 sempoa masih banyak dipakai di Eropa.

Bahkan di kawasan Asia seperti Cina dan Jepang serta Timur Tengah alat ini masih dipakai sampai sekarang.

Mesin hitung mekanis pertama ditemukan pada sekitar abad ke-17 SM.

Adalah Wilhelm Schickard – pria berkebangsaan Jerman - yang pertama kali menemukan mesin hitung mekanik sekitar tahun 1623 - 1624.

Sayang, catatannya hilang dalam Perang Tiga Puluh Tahun.

Baca juga: Hidupnya Tinggal Menghitung Hari, Gadis Penderita Kanker Ini Didandani Bak Putri Dongeng oleh Perawat

Sebelumnya, ahli matematika Inggris William Outhtred sekitar tahun 1622 membuat alat hitung berbentuk mistar yang di bagian tengahnya terdapat benda yang bisa digeser-geser.

"Mistar" ini bisa menghitung secara cepat, membagi, meng- "kuadrat", mencari akar angka, logaritma suatu angka, dan sebagainya.

Konstruksi skala yang dipakai pada alat ini memang berdasarkan pada prinsip logaritma ciptaan ahli matematika Skotlandia, John Napier pada 1614 (sumber lain menyebut matematikawan Inggris Edmund Gunter).

Sebelumnya, John Napier menemukan cara menghitung dengan tabel "empat persegi" yang terdiri atas 9 x 9 kolom angka, masing-masing berisi angka 1 sampai 9 - kemudian dikenal dengan nama Napier's Bones.

Lantas alat hitung mekanis generasi kedua lahir.

Tahun 1642, Blaise Pascal, ahli matematika Prancis – yang saat itu berusia sekitar 19 tahun - membuat kalkulator digital untuk membantu menghitung pajak ayahnya yang pegawai administrasi pemerintahan lokal.

Namun alat ini baru bisa untuk penjumlahan dan pengurangan.

Baca juga: Ini Baru Mantap, Ada Mesin yang Bisa Menghitung Kalori Sepiring Makanan!

Lalu Gottfried Wilhelm von Leibniz (1646 - 1716), matematikawan dan filsuf Jerman pada 1671 mengembangkan alat hitung bikinan Pascal.

la membuat mesin hitung yang tidak hanya dapat melakukan penjumlahkan dan pengurangan tapi sekaligus melakukan perkalian, pembagian, dan mencari akar.

Baru pada 1820, kalkulator mekanik mulai populer.

Charles Xavier Thomas de Colmar asal Prancis membuat alat hitung mekanik (kalkulator) secara komersial yang dinamakan arithmometer.

Namun William Burroughs yang warga AS-lah yang pertama kali mendapatkan hak paten untuk memproduksi kalkulator untuk keperluan bisnis.

Seiring kemajuan teknologi, pada era 1960-an dan 1970-an, kalkulator mekanik mulai digantikan dengan alat bertenaga listrik.

Produk-produk baru ini bekerja lebih cepat, lebih tenang dan dapat melakukan penghitungan yang lebih kompleks.

Bentuk kalkulator pun menjadi lebih kecil namun tambah besar kemampuannya.

Toh, secanggih apa pun alat hitungnya, tetap saja harus dioperasikan dengan jari. (Dari pelbagai sumber/Riyadi – Intisari September 2007)

Baca juga:Tinggal Menghitung Hari, Begini Cara Mudik Seru Tanpa Menggerutu

Artikel Terkait