Find Us On Social Media :

Tak Risi Menjadi Sopir Taksi

By Agus Surono, Selasa, 17 Januari 2017 | 20:02 WIB

Tak Risi Menjadi Sopir Taksi

Intisari-Online.com - Mencari pekerjaan saat ini terasa sulit. Persaingan begitu sengit. Prosentase pengangguran pada usia 16 hingga 20 tahun masih berkisar di angka 50 %. Agar bisa memperoleh pekerjaan tentu harus memasang kiat jitu. Termasuk menjadi sopir taksi.

Banyak ragam berburu kerja. Sekarang tidak bisa hanya mengandalkan pengumuman di media massa saja. Ada yang mengirim surat lamaran ke beberapa perusahaan meski perusahaan itu tidak membuka lowongan. Memang untung-untungan. Bisa saja perusahaan tersebut memang tidak pernah mengumumkan lowongan kerja dan menjaring pekerja lewat jalur lain.

Dari berbagai cara mencari kerja, contoh dua kasus ini patut disimak. Kasus pertama terjadi pada teman saya yang sekarang bekerja di Australia. Sewaktu kuliah ia menekuni olahraga pernafasan Satria Nusantara yang berbasis di Yogyakarta. Berkat ketekunannya ia bisa mencapai level pelatih tingkat pusat. Di akhir-akhir kuliahnya ia sering berkeliling Nusantara untuk menguji calon pelatih.

Begitu lulus kuliah ternyata ia tidak langsung dapat pekerjaan. Selain sibuk melamar ke sana ke sini ia tetap menekuni dunia kepelatihan olahraga pernafasan. Bahkan ia dipercaya melatih di negara Kangguru itu. Di sinilah ia berkenalan dengan salah seorang muridnya dan memperoleh pekerjaan sesuai bidangnya di negeri itu. Padahal, nilainya pas-pasan. Begitu juga bahasa Inggrisnya waktu itu masih belepotan.

Kasus kedua saya dengar dari teman saya. Ia bercerita tentang temannya yang dapat pekerjaan melalui penumpangnya. Ya, temannya teman saya itu memang bekerja sebagai sopir taksi. Ia tak risi meski bergelar sarjana dari perguruan negeri bergengsi. Sama seperti teman saya tadi, sopir taksi hanyalah menjadi pekerjaan loncatan untuk merengkuh pekerjaan yang diidam-idamkan.

Sebagai seorang sopir taksi, tentu saja ia berkesempatan membawa seorang direktur atau mereka yang berhubungan dengan kepegawaian. Nah, dari obrolan itu ia menitipkan lamaran beserta riwayat hidupnya. Dari beberapa kali menitip akhirnya ia memperoleh pekerjaan sesuai dengan bidang yang dipelajarinya.

Memang, untuk melakukan pekerjaan seperti itu butuh mental dan ketekunan yang tinggi. Teman saya tadi sempat diledek karena lulusan perguruan top kok hanya jadi seorang pelatih! Bisa jadi si sopir taksi memperoleh ledekan serupa. Intinya melecehkan. Akan tetapi, seperti pepatah di mana ada kemauan di situ ada jalan, kedua orang tadi akhirnya menemukan jalan menuju keinginan mereka.

Tentu saja Anda tak harus menjadi pelatih olahraga atau sopir taksi untuk memperoleh pekerjaan. Akan tetapi, tirulah semangat dan kecerdikan mereka untuk mencari celah.