Intisari-Online.com – Seorang dosen mengadakan permainan kecil kepada mahasiswanya yang sudah berkeluarga dan meminta satu orang maju ke depan.
Dosen: “Tuliskan 10 nama yang paling dekat dengan Anda.”
Lalu mahasiswa tersebut menuliskan 10 nama, ia menulis nama tetangganya, orangtua, teman kerja, sahabat, anak, dan juga istrinya.
Dosen: “Sekarang silakan pilih 7 diantaranya yang sekiranya Anda ingin hidup terus bersamanya." Mahasiswa itu menghapus 3 nama yang ditulisnya tadi.
Dosen: “Hapuslah 2 nama lagi, sehingga tinggal 5 nama yang ada di papan itu.”
Dosen: “Hapus 2 nama lagi.”
Maka tersisalah 3 nama, yaitu nama orangtua, anak, dan istri mahasiswa tersebut.
Suasana kelas menjadi hening, mereka berpikir permainan sudah selesai dan tak ada lagi yang harus dipilih.
Tiba-tiba sang dosen berkata, “Silakan coret 1 nama lagi.”
Mahasiswa itu perlahan mulai mengambil keputusan yang sulit dan menghapus nama orangtuanya secara perlahan.
Dosen: “Silakan pilih 1 nama lagi.”
Mahasiswa itu pun bingung. Kemudian ia mengangkat kapur dan lambat laun mulai menghapus nama anaknya dan mahasiswa itu pun menangis.
Setelah suasana tenang, sang dosen bertanya kepada mahasiswa itu, “Mengapa kau tidak memilih orangtuamu yang telah melahirkan dan membesarkanmu, tidak juga memilih anak yang darah dagingmu sendiri, sedangkan istri itu dapat kau cari lagi.”
Semua orang di dalam kelas tersebut terdiam menunggu jawaban mahasiswa tersebut. Lalu sang mahasiswa pun menjawab, “Seiring waktu berlalu, orangtua saya akan pergi dan meninggalkan saya, sedangkan anak jika sudah dewasa lalu menikah, ia pun akan meninggalkan saya. Yang benar-benar bisa menemani saya dalam hidup ini hanyalah istri saya. Orangtua dan anak bukan saya yang memilih, tapi Tuhan yang menganugerahkannya. Sedangkan istri, sayalah yang memilih dari sekian banyak wanita yang ada di dunia ini.”
Semoga kita bisa memetik hikmah dari cerita tersebut. (HL)