Kisah Genghis Khan dan Rajawali Kesayangannya

Ade Sulaeman

Penulis

Kisah Genghis Khan dan Rajawali Kesayangannya

Intisari-Online.com -Suatu hari, bersama burung rajwali kesayangannya, Genghis Khan berkuda memasuki hutan.

Tanpa sadar, ternyata dia sudah berkuda lebih lama dari yang dia perkirakan. Khan pun mulai merasa sangat letih dan haus.

Sayang, upayanya mencari air ternyata tidak mudah. Hampir semua mata air yang ditemuinya telah kering.

(Baca juga:Kisah Edi Tua dan Burung Camar)

Maka, betapa senangnya dia, ketika menemukan ada air yang menetes dari bebatuan yang berdiri persis di depannya.

Si rajawali dia lepaskan dari lengannya. Kemudian Khan mengambil cangkir perak yang ada di pelana kudanya.

Segera dia mengisi cangkir tersebut dengan air, lalu langsung mengarahkan cangkir tersebut ke mulutnya.

Namun, si rajawali tiba-tiba menghampiri Khan dan menjatuhkan cangkir tersebut sebelum meminum airnya.

Kejadian berulang beberapa kali hingga akhirnya, dengan dipenuhi amarah, Khan mengeluarkan pedangnya.

Si rajawali seolah tidak peduli dengan pedang di salah satu tangan Khan saat dia kembali menjatuhkan cangkir Khan. Tanpa basa-basi Khan langsung menghunuskan pedang tersebut di dada sang rajawali.

Setelah itu ternyata tetesan air justru berhenti. Khan terpaksa mengikuti jejaknya, menuju pusat mata air.

Betapa kagetnya Khan saat melihat seekor ular dengan bisa paling mematikan mengambang di tengah mata air. Seandainya tadi dia sempat meminum air tersebut, dia pasti sudah mati.

Khan pun kembali ke perkemahan dengan membawa sang rajawali yang sudah mati dalam pelukannya. Kemudian dia memerintahkan seorang seniman membuatkan patung emas burung itu.

(Baca juga:Kisah Pria Tua dan Bunga Liar di Dalam Bus yang Membuat Semua Penumpang Menjadi Akrab)

Di salah satu sayap patung tersebut tertulis:

Saat seseorang sahabat melakukan hal yang tidak berkenan di hatimu sekalipun, dia tetaplah sahabatmu.

Sementara di sayap satunya tertulis:

Tindakan apapun yang dilakukan dalam angkara murka hanya akan membuahkan kegagalan.

(Paolo Coelho dalam “Seperti Sungai yang Mengalir”)

Artikel Terkait