Find Us On Social Media :

Menatap Braga Tempo Doeloe

By Nur Resti Agtadwimawanti, Jumat, 27 April 2012 | 08:07 WIB

Menatap Braga Tempo Doeloe

Intisari-Online.com - Braga! Salah satu kawasan terkenal di Bandung ini memiliki puluhan bangunan khas Belanda yang memiliki nilai sejarah tinggi. Ketika Belanda masih berkuasa di Indonesia, ruas Jalan Braga inilah yang dulu digunakan sebagai pusat pertokoan. Barang-barang yang dijual merupakan barang impor berkualitas. Tak heran, bila dulu orang-orang menyebut kawasan ini sebagai kawasan elite.

Jalan Braga yang melintasi kawasan Braga ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu di pertigaan Jalan Asia Afrika-Jalan Braga, perempatan Jalan Naripan-Jalan Braga, dan di ujung utara, di persimpangan Jalan Braga-Jalan Wastukencana-Jalan Perintis Kemerdekaan. Pembangunan Jalan Braga ini terkait dengan pembangunan Jalan Anyer-Panarukan oleh Daendels (1808-1811) dan Politik Tanam Paksa (1830-1870).

Jalan Braga muncul pada awal abad ke-19. Sejak 1810, yaitu pada saat Kota Bandung berdiri sampai pertengahan abad ke-19, Jalan Braga menjadi jalan utama di kota itu. Awalnya, jalan ini hanyalah jalan setapak berlumpur yang sering dilalui pedati.

Seorang tuan kebun Priangan atau dulu disebut preangerplanter bernama Andries de Wilde menguasai hampir seluruh bagian Bandung Utara. Andries memanfaatkan lahan yang ia miliki untuk usaha perkebunan kopi. Untuk mendistribusikan hasil perkebunan itu, Andries de Wilde membangun jalur baru yang menghubungkan gudang kopi miliknya dengan Jalan Raya Pos.

Karena merupakan penghubung yang penting, semakin hari, jalan ini menjadi semakin ramai. Pada 1870-an, usaha perkebunan berkembang pesat. Banyak orang melalui jalan tersebut. Pedati menjadi alat angkut yang paling banyak digunakan di Jalan Braga. Oleh karena itu, orang-orang pun menyebutnya dengan Jalan Pedati atau Karrenweg.

Penggunaan kata Karrenweg dirasa lebih pantas ketika itu, dibandingkan dengan istilah Jalan Pedati. Awalnya, tidak semua orang bisa mengakses jalan tersebut. Dulu, Jalan Braga bisa diakses pribumi setelah menjadi Jalan Kolonial, artinya bukan pada masa Karrenweg, setelah Societeit Concordia muncul. Ada juga yang mengatakan bahwa pribumi bisa ke Jalan Braga dengan cara memakai pakaian tertentu.

Berubahnya nama Jalan Pedati menjadi Jalan Braga pun memiliki banyak versi. Dalam buku Braga, Jantung Parijs Van Java (2008) karya Ridwan Hutagalung dan Taufanny Nugraha, dikatakan ada tiga versi. Pertama, ada yang mengaitkan dengan nama minuman khas Rumania yang biasa disajikan di Societeit Concordia. Kedua, kata Braga berasal dari bahasa Sunda, yaitu baraga atau ngabaraga (konon yang berarti berjalan menyusuri sungai). Ketiga, pada 1882, muncul sebuah kelompok tonil dan musik bernama Toneelvereeniging Braga yang cukup populer dan menyebabkan jalan ini dikenal sebagai Bragaweg.

Di samping kanan dan kiri Jalan Braga (Bragaweg) terdapat bangunan-bangunan kuno berarsitektur art deco. Art Deco itu sendiri merupakan sebuah gerakan desain seni internasional yang populer pada 1925 hingga 1940-an, yang memengaruhi seni dekoratif, seperti arsitektur, desain interior, dan desain industri, atau seni visual seperti fashion, lukisan, seni grafis, dan film. Nama Braga itu sendiri ternyata sama dengan nama sebuah kota di bagian utara Portugal yang sampai sekarang masih ada.

Nilai sejarah dan artistik bangunan inilah yang membuat kawasan Braga menjadi daerah warisan (heritage) budaya Kota Bandung. Boleh dibilang, Braga itu termasuk kawasan budaya.

Tempat Berkumpulnya Pengusaha

Pada 1910-an, Jalan Braga ini merupakan ruas jalan yang sejuk. Di samping kanan-kiri jalan terdapat pepohonan yang rimbun. Kemudian, pada awal 1920-an, suasana itu berubah. Jalan Braga menjadi ramai dan pepohonan yang memberikan kesejukan telah diganti dengan sederetan bangunan toko. Setidaknya ada dua bangunan di Jalan Braga yang menjadi titik tolak perubahan Jalan Braga, yaitu Toko de Vries dan Gedung Societeit Concordia. Munculnya Societeit Concordia membuat Jalan Braga menjadi ramai karena di tempat itulah orang-orang Eropa dan pengusaha berkumpul.

Toko de Vries terletak di bagian ujung selatan Jalan Braga, bersebelahan dengan Hotel Savoy Homann. Meskipun bangunan ini terletak di Jalan Asia-Afrika, bangunan ini sudah menjadi penanda bagian selatan Jalan Braga sejak dulu. Toko de Vries merupakan toko serba ada yang pertama, terbesar, dan terlengkap di Bandung hingga dekade pertama abad ke-20.