Penulis
Intisari-Online.com – Malapetaka itu terjadi tanggal 24 Agustus tahun 79 M. Kedengarannya seperti dongeng dari Kitab Suci, tetapi turis yang pernah berkunjung ke Pompeii akan menyaksikan kebenarannya.
Pria yang telungkup dan anjing yang jatuh terkulai seakan-akan baru menemui ajalnya kemarin dulu. Kita bisa membayangkan bagaimana suasana panik saat ltu. Lebih banyak kita baca dalam karangan J.H. Kruizinga yang dimuat dalam A-0 reeks.
Vesuvius hidup kembali
Waktu itu suasana kota di kaki gunung Vesuvius itu sangat menyenangkan. Sudah sejak 550 tahun sebelum Masehi tempat tersebut merupakan tempat peristirahatan orang-orang Romawi kaya. Banyak di antara mereka yang mempunyai villa di situ yang kemegahannya sesuai dengan martabat pemiliknya.
Pompeyi waktu itu kota yang sibuk. Seni mendapat kesempatan baik di situ dan daerah sekitar laut Adriatik kaya matahari dan subur. Penduduknya yang berjumlah 20 ribu orang itu hidup bebas. Limaratus tahun sebelum Masehi kota itu sudah mempunyai sekitar tigapuluh bordil.
Di luar dinding kota yang serba puas itu ada kebun anggur dan jeruk di lereng gunung Vesuvius, yang kadang-kadang memuntahkan api, belerang dan hujan abu panas.
Baca juga: Awas! Selain Merapi, Inilah 4 Gunung Berapi Paling Aktif di Pulau Jawa
Selama abad-abad sebelumnya memang sudah ada beberapa korban tetapi setiap kali orang kembali lagi untuk membangun kota yang rusak. Kadang- kadang kemurkaan Vesuvius didahului dengan gempa bumi.
Tahun 63 misalnya penduduk kota makmur itu juga sudah menjadi panik karenanya, tetapi kembali lagi sampai terjadi hari naas itu.
Tengah hari tanggal 24 Agustus 79 sumbatan lava Vesuvius tidak bisa menahan massa gas lagi. Lava mendidih disemprotkan sampai setinggi beberapa kilometer dan menimpa kota Pompeyi.
Herculanum dan Stabeiae dalam bentuk hujan abu, kerikil bongkahan batu dan batu karang yang poreus.
Cerita seorang saksi mata
Beberapa hari sebelum malapetaka itu terjadi Plinius Jr yang berusia 18 tahun (62-113) bersama pamannya Plinius Sr (23-79) berada di Misenum, di seberang teluk Napoli. Plinius Sr, seorang militer dan magistrat, penulis dan ahli ensiklopedi berada di situ sebagai pimpinan armada.
Baca juga: Fotografer Pemberani Abadikan Danau Lava Gunung Berapi Aktif yang Penuh Risiko
Kemenakannya kemudian menulis kepada Tacitus (56-118) penulis sejarah Romawi, dua pucuk surat tentang peristiwa 24 Agustus itu.
"Tanggal 24 Agustus sekitar pukul tujuh paman saya sedang berbaring-baring di bawah terik matahari setelah mandi dengan air dingin. la telah makan pagi di ranjang dan sedang mempelajari sesuatu ketika ibu saya mendekatinya.
Ibu menunjukkan awan gelap yang berbentuk aneh. Segera ia minta sepatunya dan naik ke tempat agak tinggi agar bisa melihat apa yang sedang terjadi. Tampak awan yang rasa saya seperti rangka payung: Gagang panjang dan di atasnya mencuat tangkai-tangkai.
Dari jarak jauh orang tidak bisa melihat jelas dari gunung mana semburan itu berasal. Kemudian ternyata Vesuvius. Awan itu adakalanya kotor dan berbercak-bercak, tergantung apa yang jatuh: lumpur atau abu.
Paman, seorang ilmuwan, menganggap peristiwa itu penting, sehingga ia ingin menyelidikinya lebih lanjut. Ia minta dipersiapkan sebuah perahu pesiar dan minta saya ikut. Saya lebih suka tinggal di rumah untuk belajar.
Baca juga:Foto-foto Mengerikan dari Luapan Lava Gunung Berapi Kilauea di Hawai, Jalanan Beraspal pun Terbakar
Berkat kerajinan Plinius Jr. ia masih bisa menulis surat itu. Pamannya hanya kembali nama.
Apa yang terjadi? Plinius Sr. pergi ke Misenum dengari armadanya yang terdiri dari kapal-kapal besar. Mereka menuju ke Hercalunum. Karena pada pukul 4 sore jatuh aliran lumpur yang menutupi pantai mereka tidak bisa mendarat.
Pukul 6 sore mereka mendarat di Stabiea dan keesokan harinya tanggal 25 Agustus ia mati lemas di pantai Stabiae. Baru tanggal 27 Agustus jenazahnya ditemukan.
Plinius Jr bisa melarikan diri bersama ibunya, lalu ia meneruskan ceritanya: "Hari berubah seperti malam. Terjadi panik dalam kegelapan yang pekat. Terdengar wanita yang mengaduh, bayi menangis dan pria yang berteriak minta bantuan.
Ada orang-orang yang menengadahkan tangannya ke atas minta bantuan kepada dewa-dewa, ada juga yang mengira akhir dunia sudah tiba. Ada juga yang melindungi kepalanya dengan kain terhadap hujan lava.
Hanya mereka yang berada jauh dari kawah yang bisa menyelamatkan diri. Beberapa kilometer di sekitarnya dalam beberapa jam ribuan korban berjatuhan.
Baca juga: Kisah Seonggok Mayat yang Berhasil Menipu Hitler, Bahkan Menggulung Kekuatan Diktator Italia
Titus kaisar yang baru, datang ke tempat malapetaka untuk memeriksa keadaan. (Titus menjadi kaisar 79-81). Setelah melihat onggokan abu hitam, di tempat pernah ada kota, ia sepaham dengan para senatornya.
Biarkanlah kota itu beristirahat dengan tenang. Monta Somma, gunung hitam (Vesuvius) yang menghendakinya.
Dikubur hidup-hidup
Bagaimana nasib orang-orang di Pompeyi setelah ledakan 24 Agustus itu? Banyak di antara mereka pernah mengalami gempa tahun 63 sehingga mereka mengira sudah aman kalau berlindung di ruang bawah tanah menunggu semuanya berlalu.
Mereka yang melarikan diri harus menembus badai batu yang disertai hujan abu. Namun banyak yang meninggal karena uap belerang.
Perjuangan maut yang dihadapi binatang sama hebatnya seperti manusia. Pada Vesonius Primus orang lupa melepaskan anjingnya yang diikat di atrium (ruangan dalam). Puing-puing masuk lewat lubang-lubang ke dalam ruangan.
Baca juga: 10 Danau Gunung Berapi Paling Menakjubkan di Dunia, 2 di Antaranya Ada di Indonesia Lho!
Anjing yang malang itu berusaha untuk naik ke atas abu sepanjang tali ikatnya memungkinkan. Ia meregangkan tubuhnya dan terus berusaha untuk membebaskan diri sampai mati.
Di rumah Faun penghuninya tidak bisa mengambil keputusan untuk meninggalkan kekayaannya. Ibu rumah tangga masih berusaha untuk mengumpulkan perhiasannya: gelang berbentuk ular, cincin, tusuk rambut, anting-anting, cermin perak dan sebuah dompet penuh dengan uang emas.
Mereka ingin melarikan diri, tetapi karena takut melihat abu yang berjatuhan mereka kembali ke tablinum (ruang tamu). Tak lama kemudian atap jatuh dan wanita yang malang itu terkubur bersama perhiasannya. Sisa penghuni rumah mati lemas di tempat persembunyiannya.
Di rumah keluarga Pansa pemiliknya membungkus dulu barang-barang seninya, agar jangan rusak. Maksudnya untuk dibawa mengungsi. Barang itu antara lain terdiri dari sebuah kelompok Bacchus (dewa Romawi yang suka berpesta pora) dan sebuah Satyr (dewa hutan yang berkaki kambing) dari perunggu.
Belum sampai di taman barang itu dimasukkan dalam bejana tembaga yang ada di situ. Di tempat itu juga barang itu ditemukan kemudian. Penghuni rumah masih berhasil melarikan diri tetapi beberapa wanita yang menumpang di situ mati lemas.
Cossius Libanus berhasil menyelamatkan diri tetapi isterinya kehilangan waktu yang berharga karena ia masih ingin membawa harta kekayaannya. Bersama tiga wanita lain ia meninggal di jalan komplet dengan uang, cermin dan perhiasannya.
Ada sekelompok penduduk Pompeyi yang sedang menghadiri makan-makan berhubung dengan suatu pemakaman ketika peristiwa itu terjadi. Waktu itu mereka sedang berbaring di dipan di triclinium (ruang makan).
Juga bangunan umum, kuil dari gedung-gedung sekitarnya, tidak luput dari malapetaka. Ditangsi, gladiator yang dirantai karena minum terlalu banyak malam sebelumnya, meninggal tanpa ada orang yang tahu. Masih banyak contoh-contoh lain seperti itu.
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi September 1980)
Baca juga: 7 Desa Ini Tersembunyi di Tempat yang Tak Terbayangkan, Salah Satunya Ada di Kawah Gunung Berapi