Penulis
Hidetoshi Nakata salah satu berlian yang pernah dihasilkan sepakbola Jepang. Memutuskan pensiun muda karena sudah tidak bisa menikmati sepakbola.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Di Piala Dunia 1998 di Prancis, prestasi Jepang memang jeblok. Tiga kali main, tiga kali kalah. Tapi Hidetoshi Nakata tetap bersinar terang dan Perugia yang baru promosi ke Serie A langsung meminangnya.
Bagaimana lagi, Nakata, yang ketika itu masih 21 tahun, memang mempesona pada gelaran empat tahunan di Prancis itu. Aksinya itu pun mendapat pujian dari seniornya, Kazu Miura, yang juga pernah bermain di Serie A bersama Genoa.
"Jika ingin menghadang Nakata, lawan harus punya kemampuan menjebak yang brilian. Bola yang dikuasai Nakata bisa datang begitu cepat," puji Kazu Miura, dikutip dari Majalah HAI edisi Agustus 1998.
Bisa dibilang, Hidetoshi Nakata adalah bayi ajaib yang lahir dari rahim kompetisi nasional Jepang, J-League, kompetisi profesional yang baru bergulir pada 1990. Di kompetisi itu, Nakata ditempa menjadi seorang bintang.
Klab Bellmare Hiratsuka dipilih pemain yang pernah membawa Jepang ke perempatfinal Piala Dunia U-17 dan Piala Dunia U-20 ini karena menjanjikan sejumlah guru yang bisa ditiru. Tiga pemain asal Brasil--Betinho, Almir, Simao--terbukti mampu mengatrol kemampuannya menjadi lebih lengkap.
Nakata memang tipe pemain muda yang sangat ambisius. Dia pernah bertualang ke Italia hanya untuk belajar cara menendang bola mati seperti Gianfranco Zola. Direkrut Perugia menjadikan Nakata sebagai orang Jepang kedua yang bermain di Serie A. Yang pertama adalahMiura, meskipun dia gagal total di Negeri Pizza sana.
Ketika itu, Nakata dianggap lebih punya prospek dibanding seniornya itu. JikaMiura dianggap bisa bermain di Genoa karena hubungan bisnis antara klub dengan sponsornya yang kebetulan berasal dari Jepang, Nakata dibeli Perugia benar-benar karena prestasi dan kemampuannya.
Soal bakatnya itu, Arsene Wenger, pelatih legendaris yang pernah bergelimang juara bersama Arsenal, pun sampai memujinya. "Dia salah satu pemain muda berbakat yang sudah punya kelas dunia," pujinya ketika itu.
Tak tanggung-tanggung, Perugia langsung mengikat Nakata untuk jangka waktu lima tahun.
Nakata disebut punya karakter yang berbeda dari pemain Jepang lainnya. Tak hanya mengandalkan kecepatan, Nakata juga dibekalikelincahan menggocek bola, ketenangan menghadapi lawan, serta punya umpan-umpan terukur nan ciamik.
Tapi karier Nakata tak selamanya mulus. Nakata ternyata punya hubungan yang kurang bagus terutama dengan pers Jepang. Dalam sebuah wawancara, pesepakbola yang mahir matematika itu pernah bilang bahwa dia sebenarnya tak terlalu bangga membela timnas Jepang. Lho...
"Saya bermain di tim nasional bukan untuk Jepang. Saya melakukan semua itu hanya untuk diriku sendiri. Kesempatan untuk mengembangkan karier di luar negeri," ujar Nakata, sombong. Sifat itulah juga yang membuatnya dibenci pers Jepang. Dia juga satu-satunya pemain Jepang yang menolak diwawancarai pada Piala Dunia 1998.
Sikap bermusuhan Nakata kepada pers Jepang bukan tanpa alasan. Dia merasa kecewa karena pers sana pernah memberitakan hal-hal yang tidak benar tentang dirinya. "Saya tidak akan toleran bagi orang-orang yang masih menulis salah tentang saya," jelas Nakata, membela diri.
Perjalan karier Nakata
Hidetoshi Nakata memulai karier profesionalnya pada usia 18 tahun bersama klub Bellmare Hiratsuka (sekarang Shonan Bellmare) untuk J-League musim 1995. Pada tahun itu, Hide mempersembahkan Piala Winners Asia untuk klubnya itu.
Penampilannya yang ciamik membuat Nakata dipanggil tim nasional Jepang. Yang paling diingat dari Nakata adalah penampilannya untuk Tim Sakura pada Piala Dunia 1998 di Prancis. Selain warna rambutnya, tentu saja performanya.
Itulah kenapa Perugia, yang baru saja promosi ke Serie A, kepincut meminangnya dengan nilai kontrak 4 juta dolar AS. Bermain bersama Perugia membuat Nakata menjadi Jepang kedua yang di Serie A setelah Kazuyoshi Miura yang pernah bermain untuk Genoa.
Musim pertamanya bersama Perugia langsung mempesona. Itu bisa dilihat dari torehan golnya yang berjumlah 10 gol, angka yang tinggi untuk seorang gelandang serang.
Setelah satu setengah musim bareng Perugia, Nakata kemudian dibajak AS Roma pada pertengahan musim. Kontraknya sebesar 42 miliar lire. Di AS Roma, Nakata merasakan indahnya juara Serie A.
Di AS Roma, salah satu penampilan Nakata yang paling diingat terjadi pada 6 Mei 2001. Ketika itu AS Roma bermain tandang ke Delle Alpi, melawan pesaing terkuatnya merengkuh juara, Juventus.
Di babak pertama Juventus sudah unggul 2-0. Nakata kemudian masuk di babak kedua menggantikan Pangeran Roma, Francesco Totti. Ketika pertandingan tinggal menyisakan 11 menit, Nakata membobol gawang Edwin van der Sar dari jarak 30 meter.
Nakata juga punya andil besar pada gol Vincenzo Montella yang di menit akhir yang membuat skor sama, 2-2. Pertandingan tersebut bisa dibilang sebagai penentu AS Roma merengkuh scudetto musim itu.
Setelah mengantar AS Roma juara, pada musim 2001, Nakta pindah ke Parma. Kontraknya empat tahun, dengan biaya transfer 55 miliar, rekor harga untuk pemain Asia. Bersama Parma, Nakata merengkuh gelar Coppa Italia pada 2002.
Debut Nakata di tim nasional senior Jepang terjadi pada Mei 1997 ketika melawan Korea Selatan. Setelah Piala Dunia 1998, Nakata menjadi bagian penting Tim Sakura saat menjadi tuan rumah Piala Dunia 2002.
Nakata memainkan peran penting dalam lolosnya Jepang di Piala Dunia 1998. Dia mencetak lima gol dalam pertandingan kualifikasi dan membuat tiga gol untuk Jepang dalam play-off kualifikasi melawan Iran.
Nakata juga membantu Jepang mencapai final Piala Konfederasi 2001– tapi harus meninggalkan tim sebelum final untuk bergabung dengan Roma untuk pertandingan liga terakhir mereka.
Di Piala Dunia 2002, Nakata bermain sebanyak empat kali, dan mencetak satu gol ketika menang 2-0 melawan Tunisia. Di Piala Dunia 2006, Nakata bermain tiga kali untuk Jepang, hasilnya dua kali kalah dan sekali seri.
Hasil itu membuat Nakata kecewa, dia pun memutuskan pensiun setelah Piala Dunia 2006.
"Saya memutuskan setengah tahun yang lalu bahwa saya akan pensiun dari dunia sepak bola profesional setelah Piala Dunia di Jerman," tulis Nakata di web pribadinya. "Saya tidak akan pernah lagi berdiri di lapangan sebagai pemain profesional. Tapi saya tidak akan pernah menyerah pada sepak bola."
Pada 2014 Nakata akhirnya membeberkan alasannya kenapa pensiun di usia yang relatif sangat muda, 29 tahun. Dia mengaku bahwa saat itu dia sudah tidak lagimenikmati sepakbola, dan sebaliknya ingin melihat apa yang sedang terjadi di dunia.
Begitulah Nakata, anak ajaib yang pernah dilahirkan sepakbola Jepang.