Penulis
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - November 1945. Langit Surabaya merintih, tercabik-cabik oleh deru pesawat tempur.
Kota pahlawan yang baru saja mengecap manisnya kemerdekaan, kini bersimbah darah dan api.
Tentara Inggris, dengan persenjataan modernnya, datang bagai badai yang hendak memadamkan bara semangat juang arek-arek Suroboyo.
Aroma mesiu dan terbakar menusuk hidung, berbaur dengan harum bunga kenanga yang layu di taman-taman kota.
Gedung-gedung tinggi menjulang, kini tinggal puing-puing. Jalanan yang dulu ramai oleh hiruk pikuk pedagang dan pejuang, kini lengang, hanya diisi oleh jejak-jejak kaki berlumuran darah dan desing peluru yang tak kenal ampun.
Pertempuran Surabaya, sebuah episode kelam dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, bermula dari insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato pada 19 September 1945.
Bendera merah putih, simbol suci kemerdekaan, berkibar gagah di tiang tertinggi hotel, menggantikan bendera Belanda yang telah lama menjadi simbol penindasan.
Insiden ini memicu kemarahan tentara Belanda yang masih berada di Surabaya.
Mereka, yang berlindung di balik kekuatan tentara Inggris, berusaha merebut kembali kendali kota. Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, pimpinan tentara Inggris di Surabaya, mengeluarkan ultimatum agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata.
Namun, ultimatum ini justru membakar semangat juang arek-arek Suroboyo. Bung Tomo, dengan suara lantangnya yang menggelegar melalui corong radio, membakar semangat perlawanan rakyat.
"Merdeka atau mati!" serunya, menggema di seluruh pelosok kota, membangkitkan keberanian setiap jiwa yang mendengarnya.
Pada tanggal 30 Oktober 1945, pertempuran meletus di Jembatan Merah. Brigadir Jenderal Mallaby tewas dalam insiden baku tembak.
Kematian Mallaby menjadi pemicu utama pecahnya pertempuran besar di Surabaya. Tentara Inggris, yang murka atas kematian komandannya, mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menghancurkan Surabaya.
Tanggal 10 November 1945, hari yang kelak dikenang sebagai Hari Pahlawan, menjadi puncak pertempuran.
Surabaya berubah menjadi neraka dunia. Pesawat-pesawat tempur Inggris menghujani kota dengan bom, meratakan bangunan dan merenggut ribuan nyawa tak berdosa.
Tank-tank baja merangsek masuk, menghancurkan barikade-barikade yang dibangun oleh para pejuang.
Di setiap sudut kota, pertempuran berlangsung sengit.
Para pejuang, yang terdiri dari berbagai kalangan, dari pemuda, pekerja, hingga santri, bertempur dengan gagah berani melawan tentara Inggris yang bersenjata lengkap.
Mereka bermodalkan semangat juang yang membara dan senjata seadanya, bambu runcing, golok, dan senapan rampasan.
Di tengah kobaran api dan desingan peluru, muncullah sosok-sosuk pahlawan yang tak kenal takut.
Bung Tomo, dengan pidatonya yang membakar semangat, menjadi penyemangat bagi para pejuang. Sutomo (Bung Tomo), seorang pemuda yang berapi-api, berhasil membangkitkan semangat juang arek-arek Suroboyo melalui siaran radionya.
Arek-arek Suroboyo bertempur dengan gigih, pantang menyerah.
Mereka berjuang di jalan-jalan, di gang-gang sempit, di rumah-rumah, bahkan di atas atap-atap bangunan. Strategi perang gerilya yang mereka terapkan membuat tentara Inggris kewalahan.
Pertempuran Surabaya berlangsung selama tiga minggu. Kota Surabaya luluh lantak, ribuan orang gugur sebagai pahlawan.
Meskipun kalah dalam hal persenjataan, arek-arek Suroboyo berhasil menunjukkan kepada dunia semangat juang dan keberanian mereka dalam mempertahankan kemerdekaan.
Pertempuran Surabaya menjadi simbol perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajahan. Peristiwa ini juga menjadi bukti bahwa semangat juang dan persatuan dapat mengalahkan kekuatan senjata.
Pengorbanan para pahlawan Surabaya telah mengilhami seluruh rakyat Indonesia untuk terus berjuang demi kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.
Kini, Surabaya telah bangkit dari puing-puing perang. Kota ini menjadi kota metropolitan yang modern, namun tetap menyimpan jejak-jejak sejarah perjuangannya.
Tugu Pahlawan, Monumen Bambu Runcing, dan Museum Sepuluh Nopember berdiri kokoh sebagai pengingat akan peristiwa heroik Pertempuran Surabaya.
Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan.
Hari ini menjadi momentum untuk mengenang jasa dan pengorbanan para pahlawan, terutama para pahlawan Surabaya, yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Semangat juang dan patriotisme mereka akan selalu menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa.
Pertempuran Surabaya mengajarkan kita arti pentingnya persatuan, keberanian, dan rela berkorban demi bangsa dan negara.
Semoga semangat juang arek-arek Suroboyo tetap menyala dalam jiwa setiap insan Indonesia, menuntun kita menuju masa depan yang lebih baik.
Surabaya, kota pahlawan, akan selalu dikenang sebagai saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia.
Kota ini telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perjuangan kemerdekaan, dan akan selalu menjadi sumber inspirasi bagi generasi mendatang.
---
Sumber:
Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI, Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto
The Battle of Surabaya, J.G.A. Parrott
Pertempuran Surabaya, Anthony Reid
Bung Tomo, Sutomo
Indonesia Merdeka, Mohammad Hatta
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---