Kiprah Buya Hamka Ulama dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Afif Khoirul M

Penulis

Buya Hamka

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Di antara gemerlap bintang di langit malam, ada satu yang bersinar paling terang, memancarkan cahaya hikmah dan perjuangan.

Itulah Buya Hamka, sang ulama, sastrawan, dan pahlawan yang tak kenal lelah dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang lebih dikenal dengan Buya Hamka, lahir di Maninjau, Sumatera Barat, pada tanggal 17 Februari 1908.

Darah pejuang mengalir deras dalam dirinya, mewarisi semangat kakeknya, Haji Sutan Mohammad Amrullah, seorang ulama besar dan pelopor gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau.

Masa muda Hamka dipenuhi dengan gejolak semangat untuk menuntut ilmu dan memperjuangkan agama.

Ia belajar di Sumatera Thawalib Padang Panjang, sebuah lembaga pendidikan Islam modern yang didirikan oleh ayahnya, Dr. Abdul Karim Amrullah. Di sana, ia menyerap ilmu agama, sastra, dan filsafat dari guru-guru terbaik.

Namun, jiwa Hamka yang dinamis tidak bisa terkungkung dalam dinding-dinding sekolah. Ia merantau ke Jawa, menjelajahi dunia, menimba pengalaman, dan memperluas wawasan.

Ia berguru kepada HOS Tjokroaminoto di Surabaya, menyelami dunia jurnalistik di Medan, dan mendalami sastra di Makassar.

Perjalanan hidup Hamka adalah sebuah pengembaraan intelektual dan spiritual yang tak pernah berhenti. Ia membaca, menulis, berdiskusi, dan berdakwah. Karya-karyanya, baik berupa novel, tafsir, maupun esai, mencerminkan kedalaman ilmu dan keluasan wawasannya.

Ketika awan gelap penjajahan menyelimuti Indonesia, Hamka bangkit menjadi pejuang. Ia tidak hanya berjuang dengan pena dan tinta, tetapi juga dengan tindakan nyata.

Ia bergabung dengan Partai Masyumi, sebuah partai politik Islam yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.

Hamka menyadari bahwa kemerdekaan tidak akan tercapai hanya dengan kekuatan fisik, tetapi juga dengan kekuatan spiritual. Ia mengobarkan semangat juang rakyat melalui ceramah-ceramahnya yang berapi-api.

Ia menyadarkan umat Islam akan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam melawan penjajah.

Di masa revolusi fisik, Hamka turut terjun ke medan perang. Ia memimpin perlawanan rakyat di Sumatera Barat melawan Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia.

Dengan gagah berani, ia menggerakkan pasukan gerilya, menyusup ke hutan-hutan, dan melancarkan serangan-serangan terhadap musuh.

Hamka tidak hanya berjuang di medan perang, tetapi juga di bidang diplomasi. Ia menjadi anggota delegasi Indonesia dalam perundingan dengan Belanda.

Dengan kecerdasan dan kefasihannya, ia berhasil meyakinkan dunia internasional bahwa Indonesia berhak merdeka.

Setelah Indonesia merdeka, Hamka terus berjuang untuk membangun bangsa. Ia menjadi anggota Konstituante, lembaga yang bertugas merumuskan Undang-Undang Dasar 1945.

Ia juga aktif dalam berbagai organisasi sosial dan keagamaan, seperti Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia.

Dedikasi Hamka terhadap agama dan bangsa tidak pernah surut. Ia menulis tafsir Al-Azhar, sebuah karya monumental yang menjadi rujukan utama umat Islam di Indonesia.

Ia juga mendirikan Masjid Agung Al-Azhar di Jakarta, sebuah pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan yang megah.

Perjuangan Hamka adalah perjuangan tanpa pamrih. Ia tidak mengharapkan imbalan atau pujian. Baginya, kebahagiaan terbesar adalah melihat Indonesia merdeka dan rakyatnya hidup sejahtera.

Hamka wafat pada tanggal 24 Juli 1981 di Jakarta. Namun, semangat juangnya tetap hidup di hati sanubari rakyat Indonesia.

Ia dikenang sebagai ulama besar, sastrawan terkemuka, dan pahlawan nasional yang telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk agama, bangsa, dan negara.

Sumber:

Ensiklopedi Islam (1994). Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.

Hamka (1982). Ayahku. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Yunan Yusuf (2008). Hamka: Biografi dan Pemikirannya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Berikut beberapa kutipan inspiratif dari Buya Hamka yang dapat membakar semangat perjuangan kita:

"Jangan takut jatuh, karena yang tidak pernah memanjatlah yang tidak pernah jatuh. Yang takut gagal, karena yang tidak pernah gagal hanyalah orang-orang yang tidak pernah mencoba."

"Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya; hidup di tepi jalan dan dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah."

"Berani karena benar, takut karena salah."

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Artikel Terkait