Find Us On Social Media :

Intuisi atau Ilham Sejarawan dalam Menulis Sejarah Fakta atau Imajinasi?

By Afif Khoirul M, Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:00 WIB

Ilustrasi. Bagaimana jika seorang sejarawan tidak menggunakan sumber sejarah dalam penulisan sejarah? Artikel ini akan menjelaskannya.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Di bawah langit senja yang merona, di ruang kerja yang dipenuhi tumpukan manuskrip usang dan aroma kertas tua, seorang sejarawan duduk termenung.

Di hadapannya terbentang lembaran-lembaran kosong, menanti untuk diisi dengan kisah masa lalu yang telah lama terkubur dalam debu waktu. Ia bukanlah sekadar pencatat peristiwa, melainkan seorang penafsir, seorang pencerita yang menghidupkan kembali fragmen-fragmen sejarah yang berserakan.

Tugas seorang sejarawan bukanlah sekadar menyusun kronologi peristiwa, melainkan menenun benang merah yang menghubungkan setiap kejadian, mengungkap makna di balik setiap peristiwa, dan menghidupkan kembali jiwa dari masa lampau.

Dalam proses kreatif ini, intuisi dan ilham menjadi lentera yang menerangi jalannya, membimbingnya menembus kabut misteri sejarah.

Intuisi, bisikan hati yang lembut, adalah kompas yang memandu sejarawan dalam memilih dan memilah fakta. Ia bagaikan radar yang mendeteksi kebenaran di antara tumpukan data dan informasi yang simpang siur.

Intuisi membantu sejarawan merasakan denyut nadi zaman, menangkap esensi dari suatu peristiwa, dan menyingkap makna tersembunyi di balik setiap artefak sejarah.

Ilham, percikan ide yang datang tiba-tiba, adalah cahaya yang menyinari lorong-lorong gelap sejarah. Ia bagaikan kilat yang menyambar, menerangi sudut-sudut tersembunyi dan mengungkap rahasia yang terpendam.

Ilham membantu sejarawan merangkai puzzle sejarah yang tercecer, menyusun fragmen-fragmen menjadi sebuah narasi yang utuh dan bermakna.

Seorang sejarawan, layaknya seorang detektif, harus jeli dalam mengamati, cermat dalam menganalisis, dan tajam dalam menafsirkan.

Ia harus mampu membaca jejak-jejak masa lalu yang tertinggal, baik yang terukir di batu prasasti, tertulis di lembaran-lembaran kuno, maupun tersimpan dalam ingatan kolektif masyarakat.

Namun, fakta sejarah bukanlah kebenaran tunggal yang mutlak. Ia adalah mozaik yang tersusun dari berbagai perspektif, interpretasi, dan sudut pandang.

Di sinilah peran intuisi dan ilham menjadi krusial. Sejarawan harus mampu menyelami jiwa zaman, merasakan denyut nadi kehidupan masyarakat di masa lampau, dan memahami konteks sosial, budaya, dan politik yang melatarbelakangi setiap peristiwa.

Dalam menafsirkan fakta sejarah, sejarawan tidak boleh terjebak dalam subjektivitas. Ia harus mampu menjaga keseimbangan antara objektivitas dan empati, antara analisis rasional dan kepekaan emosional.

Intuisi dan ilham membantu sejarawan menemukan titik temu antara fakta dan interpretasi, antara kebenaran historis dan nilai-nilai kemanusiaan.

Sejarawan tidak hanya berurusan dengan angka tahun, nama tokoh, dan tempat kejadian.

Ia juga harus mampu menghidupkan kembali suasana zaman, menggambarkan karakter tokoh, dan menuturkan kisah dengan bahasa yang hidup dan menggugah. Di sinilah peran imajinasi dan kreativitas menjadi penting.

Sejarawan harus mampu membayangkan bagaimana kehidupan masyarakat di masa lampau, bagaimana mereka berpakaian, berbicara, dan berinteraksi satu sama lain.

Ia harus mampu menghidupkan kembali tokoh-tokoh sejarah, menggambarkan kepribadian, motivasi, dan konflik batin mereka.

Dengan imajinasi dan kreativitas, sejarawan dapat mentransformasi fakta-fakta kering menjadi sebuah narasi yang menarik, menggugah, dan menginspirasi.

Ia dapat membawa pembaca menjelajahi lorong-lorong waktu, menyaksikan peristiwa-peristiwa bersejarah, dan merasakan denyut nadi kehidupan di masa lampau.

Namun, imajinasi dan kreativitas dalam penulisan sejarah harus tetap berpijak pada landasan fakta dan bukti yang valid.

Sejarawan tidak boleh mengarang bebas atau memanipulasi fakta demi menciptakan cerita yang sensasional. Ia harus tetap menjunjung tinggi integritas dan etika profesi, serta bertanggung jawab atas kebenaran dan keakuratan informasi yang disampaikan.

Penulisan sejarah adalah sebuah seni yang memadukan ketajaman intelektual, kepekaan emosional, dan kreativitas imajinatif.

Sejarawan adalah seorang seniman yang melukiskan masa lalu dengan kata-kata, seorang penyair yang merangkai kisah dengan rima fakta, dan seorang musisi yang memainkan simfoni sejarah dengan notasi peristiwa.

Intuisi dan ilham adalah dua sayap yang membantu sejarawan terbang menembus batas ruang dan waktu.

Ia adalah kunci untuk membuka pintu gerbang masa lalu, memahami peradaban manusia, dan memetik pelajaran berharga dari sejarah.

Seorang sejarawan sejati bukanlah sekadar pencatat peristiwa, melainkan seorang penafsir, seorang pencerita, dan seorang guru yang mengajarkan kearifan dari masa lampau.

Dengan intuisi dan ilham, ia mampu menghidupkan kembali sejarah, menjembatani masa lalu dan masa kini, serta menerangi jalan menuju masa depan yang lebih baik.

Sumber:

Kuntowijoyo. (2003). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sartono Kartodirdjo. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

 

*