Find Us On Social Media :

Nasib Para Pengikut Diponegoro Usai Sang Pangeran Ditangkap Oleh De Kock

By Afif Khoirul M, Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:35 WIB

Ilustrasi - Pangeran Diponegoro

   

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Angin berbisik pilu di antara rerimbunan pohon jati, mengiringi kepergian sang Pangeran Diponegoro, elang Jawa yang gagah berani. Langit sore memerah, seolah meneteskan darah perjuangan yang telah lama berkobar.

Pada tanggal 28 Maret 1830, di Magelang, tirai drama Perang Jawa pun jatuh. Pangeran Diponegoro, singa yang mengaum lantang menentang penjajahan Belanda, terjebak dalam perangkap licik Jenderal De Kock.

Dengan dalih perundingan damai, sang Pangeran diundang ke kediaman Residen Kedu. Namun, alih-alih menemukan kata sepakat, beliau justru diringkus dan dibuang ke Manado, lalu Makassar, hingga akhir hayatnya.

Penangkapan Pangeran Diponegoro bagaikan petir di siang bolong, menyambar semangat juang para pengikutnya.

Api perlawanan yang semula berkobar bak neraka jahanam kini meredup, menyisakan bara dalam sekam.

Para pengikut setia, yang selama ini bertempur dengan gagah berani di bawah panji-panji sang Pangeran, kini terombang-ambing dalam ketidakpastian. Mereka bagaikan anak ayam kehilangan induknya, tercerai-berai, dan diburu oleh pasukan Belanda yang bengis.

Lika-liku Jalan Pengabdian

Nasib para pengikut Pangeran Diponegoro pasca penangkapannya sungguh beragam, penuh liku, dan diwarnai dengan kepedihan.

Sebagian besar memilih untuk kembali ke kampung halamannya masing-masing, mencoba menata kembali kehidupan yang telah porak-poranda akibat perang.

Mereka hidup dalam bayang-bayang ketakutan, khawatir akan ditangkap dan dihukum oleh Belanda. Luka perang, baik fisik maupun batin, membekas dalam sanubari mereka, menjadi pengingat akan masa lalu yang kelam.

Ada pula yang memilih untuk tetap melanjutkan perjuangan secara gerilya, meskipun tanpa pemimpin. Mereka bersembunyi di hutan-hutan belantara, di lereng-lereng gunung, dan di pelosok-pelosok desa, menanti saat yang tepat untuk kembali bangkit melawan penjajah.