[ARSIP HAI]
Ayahnya berharap dia masuk kedokteran. Bahasa Jerman dalam ujian, sembilan. Sewaktu kopral taruna sudah menumpas permesta. Konfrontasi dengan Malaysia ia ikut serta. Menjelang ulang tahun mama tersayang, dia sudah menyiapkan bingkisan. Gerakan 30 September menghabisinya.
Pertama tayang di Majalah HAI pada Februari 1985
---
Intisari hadir di WhatsApp Channe, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com - Pierre Tendean mempunyai masa depan yang indah. Dalam soal pelajaran, dia menonjol. Pilihan ke bidang militer, sesuai dengan keinginannya, membuktikan tekad. Dia juga sangat tampan. Julukannya Robert Wagner dari Panorama.
Pengalaman medan perang juga bukan hal baru. Bahkan semasa masih menjadi taruna. Tapi masa depan indah itu pupus sudah kala para pemberontak Gerakan 30 September 1965 menculiknya, membawanya ke Lubang Buaya dan menyiksanya habis-habisan.
Karier militernya yang singkat memberi bukti kuat, dia prajurit yang tabah. Bermental baja, tahan menderita. Pierre di akhir hidupnya dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi, di antara para jenderal, yang mendapat kehormatan militer penuh ketika dimakamkan di Kalibata.
Sebelum berangkat, Pak Nasution berlutut di depan peti ajudannya. Perjaka yang menyiapkan perkawinannya ini, menunaikan tugas suci sebagai putra Indonesia yang tulus pengabdiannya.
Adegan Teror
Kita petikan adegan ketika gerombolan G30S menyerbu brutal ke kediaman Pak Nas di jalan Teuku Umar.