Demonstrasi Tritura 1966, Ketika Mahasiswa Mendesak Presiden Soekarno

Afif Khoirul M

Penulis

Unjuk rasa Tritura pada tahun 1966. Apa yang mendorong mahasiswa pada 1966 untuk meprotes pemerintah? Artikel ini akan sebutkan dua alasan mengapa mahasiswa saat 1966 bergerak memprotes pemerintah.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com -Langit Jakarta tahun 1966 tak seteduh biasanya. Awan kelabu berarak, seakan mencerminkan kegelisahan yang merayap di hati rakyat.

Di tengah himpitan ekonomi yang mencekik dan ketidakstabilan politik yang merajalela, sekumpulan mahasiswa muda bangkit, menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat yang mengguncang Istana Negara.

10 Januari 1966, jalanan Ibu Kota menjadi saksi bisu langkah kaki ribuan mahasiswa yang berderap penuh semangat. Mereka bukan sekadar pemuda biasa, melainkan generasi penerus bangsa yang terpanggil untuk menyelamatkan negerinya dari jurang kehancuran.

Di bawah panji Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), mereka bergerak, menyatukan suara dan tekad, menuntut perubahan yang nyata.

Pada 10 Januari 1966, mahasiswa dari berbagai organisasi berkumpul dan menyuarakan Tritura, Tri Tuntutan Rakyat:

1. Bubarkan PKI: Rakyat menuntut pembubaran Partai Komunis Indonesia yang dianggap bertanggung jawab atas tragedi G30S.

2. Turunkan Harga: Inflasi melambung tinggi, rakyat menjerit. Mahasiswa menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas untuk menurunkan harga barang-barang kebutuhan pokok.

3. Retool Kabinet: Kabinet Dwikora dianggap tidak efektif mengatasi krisis. Mahasiswa menuntut perombakan kabinet dengan orang-orang yang bersih dan kompeten.

Tiga tuntutan ini menjadi simbol perlawanan mahasiswa terhadap keadaan yang tak lagi bisa ditolerir. Tritura menjadi seruan yang menggema di seluruh penjuru negeri, membangkitkan semangat rakyat untuk menuntut perubahan.

Presiden Soekarno, sang Proklamator yang kharismatik, kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ia harus mendengarkan aspirasi rakyat yang diwakili oleh mahasiswa. Di sisi lain, ia harus menjaga stabilitas politik yang rapuh, di tengah tarik-menarik kekuatan antara militer dan kelompok kiri.

Demonstrasi Tritura bukanlah sekadar unjuk rasa biasa. Ia adalah puncak dari akumulasi ketidakpuasan rakyat terhadap kondisi negara yang semakin memburuk. Mahasiswa, dengan idealisme dan keberaniannya, menjadi corong suara rakyat yang tak lagi bisa dibungkam.

Di balik layar, para pemimpin mahasiswa seperti Soe Hok Gie, Arief Budiman, dan Cosmas Batubara, bekerja tanpa lelah menggalang dukungan dan menyusun strategi perjuangan. Mereka adalah generasi muda yang terdidik, yang menyadari bahwa masa depan bangsa ada di tangan mereka.

Tekanan terhadap Soekarno semakin meningkat. Demonstrasi Tritura berlangsung selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Mahasiswa tak kenal lelah, terus mendesak Soekarno untuk memenuhi tuntutan mereka. Mereka menggelar aksi duduk, berorasi, dan bahkan melakukan mogok makan.

Puncaknya, pada 11 Maret 1966, Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang memberikan wewenang kepada Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu guna memulihkan keamanan dan ketertiban. Supersemar menjadi titik balik sejarah Indonesia, menandai awal dari era Orde Baru.

Demonstrasi Tritura telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Mahasiswa, dengan keberanian dan idealismenya, berhasil mendesak Presiden Soekarno untuk melakukan perubahan yang signifikan. Mereka membuktikan bahwa suara rakyat, meskipun datang dari generasi muda, tetap memiliki kekuatan yang tak bisa diabaikan.

Namun, sejarah juga mencatat bahwa perjuangan mahasiswa tidak selalu berjalan mulus. Banyak di antara mereka yang ditangkap, dipenjara, bahkan dibunuh oleh rezim Orde Baru yang mereka bantu lahirkan. Soe Hok Gie, salah satu ikon perjuangan mahasiswa, meninggal secara misterius di Gunung Semeru pada tahun 1969, meninggalkan pertanyaan yang tak terjawab hingga kini.

Demonstrasi Tritura 1966 adalah pengingat bagi kita semua bahwa perjuangan untuk keadilan dan demokrasi adalah sebuah proses yang panjang dan penuh tantangan. Ia membutuhkan keberanian, idealisme, dan pengorbanan dari generasi muda yang peduli terhadap masa depan bangsanya.

Semoga, semangat perjuangan mahasiswa Tritura tetap menyala dalam dada setiap generasi penerus bangsa. Semoga mereka terus berani menyuarakan kebenaran, meskipun harus menghadapi risiko dan tantangan. Karena hanya dengan begitu, Indonesia bisa terus bergerak maju, menuju cita-cita luhur para pendiri bangsa.

Demonstrasi Tritura 1966 adalah sebuah kisah heroik tentang perjuangan mahasiswa yang tak kenal menyerah.

Ia adalah bukti nyata bahwa suara rakyat, meskipun datang dari generasi muda, tetap memiliki kekuatan yang tak bisa diabaikan. Ia adalah inspirasi bagi kita semua untuk terus berjuang demi keadilan dan demokrasi, demi Indonesia yang lebih baik.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Artikel Terkait