Find Us On Social Media :

Demonstrasi Tritura 1966, Ketika Mahasiswa Mendesak Presiden Soekarno

By Afif Khoirul M, Jumat, 23 Agustus 2024 | 14:30 WIB

Unjuk rasa Tritura pada tahun 1966. Apa yang mendorong mahasiswa pada 1966 untuk meprotes pemerintah? Artikel ini akan sebutkan dua alasan mengapa mahasiswa saat 1966 bergerak memprotes pemerintah.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Langit Jakarta tahun 1966 tak seteduh biasanya. Awan kelabu berarak, seakan mencerminkan kegelisahan yang merayap di hati rakyat.

Di tengah himpitan ekonomi yang mencekik dan ketidakstabilan politik yang merajalela, sekumpulan mahasiswa muda bangkit, menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat yang mengguncang Istana Negara.

10 Januari 1966, jalanan Ibu Kota menjadi saksi bisu langkah kaki ribuan mahasiswa yang berderap penuh semangat. Mereka bukan sekadar pemuda biasa, melainkan generasi penerus bangsa yang terpanggil untuk menyelamatkan negerinya dari jurang kehancuran.

Di bawah panji Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), mereka bergerak, menyatukan suara dan tekad, menuntut perubahan yang nyata.

Pada 10 Januari 1966, mahasiswa dari berbagai organisasi berkumpul dan menyuarakan Tritura, Tri Tuntutan Rakyat:

1. Bubarkan PKI: Rakyat menuntut pembubaran Partai Komunis Indonesia yang dianggap bertanggung jawab atas tragedi G30S.

2. Turunkan Harga: Inflasi melambung tinggi, rakyat menjerit. Mahasiswa menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas untuk menurunkan harga barang-barang kebutuhan pokok.

3. Retool Kabinet: Kabinet Dwikora dianggap tidak efektif mengatasi krisis. Mahasiswa menuntut perombakan kabinet dengan orang-orang yang bersih dan kompeten.

Tiga tuntutan ini menjadi simbol perlawanan mahasiswa terhadap keadaan yang tak lagi bisa ditolerir. Tritura menjadi seruan yang menggema di seluruh penjuru negeri, membangkitkan semangat rakyat untuk menuntut perubahan.

Presiden Soekarno, sang Proklamator yang kharismatik, kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ia harus mendengarkan aspirasi rakyat yang diwakili oleh mahasiswa. Di sisi lain, ia harus menjaga stabilitas politik yang rapuh, di tengah tarik-menarik kekuatan antara militer dan kelompok kiri.