Find Us On Social Media :

Francisca Casparina Fanggidaej, Nenek Reza Rahadian, Pejuang yang Namanya Dihapus dalam Sejarah Orde Baru

By Afif Khoirul M, Jumat, 23 Agustus 2024 | 13:30 WIB

Sosok Francisca Casparina Fanggidaej nenek Reza Rahardian sosok pejuang yang terlupakan.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Di bawah langit senja Pulau Timor, pada tahun 1925, seorang bayi perempuan lahir dengan nama Francisca Casparina Fanggidaej. Takdirnya, seperti untaian manik-manik yang belum terajut, masih tersembunyi di balik tabir masa depan.

Namun, sejarah telah mencatat namanya dengan tinta emas, meski sempat terhapus oleh kekuasaan yang lalim.

Francisca tumbuh dalam keluarga Indo, perpaduan budaya Eropa dan pribumi, yang memberinya akses pendidikan dan wawasan luas. Ia mewarisi semangat perjuangan dari ayahnya, seorang pegawai tinggi di Hindia Belanda yang diam-diam mendukung gerakan kemerdekaan. Darah pemberontak mengalir deras dalam nadinya, mendorongnya untuk menentang ketidakadilan dan penindasan.

Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945, Francisca turut serta dalam pusaran revolusi. Ia menjadi wartawan Radio Gelora Pemuda Indonesia, menyuarakan semangat perjuangan dan menyuarakan aspirasi rakyat yang tertindas.

Suaranya yang lantang dan tajam bak sebilah pedang, mengobarkan semangat juang para pemuda dan pemudi Indonesia.

Namun, jalan perjuangan tak pernah mulus. Francisca harus menghadapi rintangan dan bahaya, baik dari penjajah maupun dari sesama bangsa yang terpecah belah oleh ideologi.

Ia pernah ditawan dan diasingkan, namun semangatnya tak pernah padam. Ia percaya bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan ia rela berkorban demi cita-cita luhur itu.

Setelah Indonesia merdeka, Francisca terus berkiprah di bidang jurnalistik dan pendidikan. Ia menjadi guru bahasa Inggris dan penerjemah, membagikan ilmunya kepada generasi muda.

Ia juga aktif dalam organisasi perempuan dan gerakan sosial, memperjuangkan hak-hak kaumnya dan mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.

Namun, badai politik kembali menerpa Indonesia pada tahun 1965. Gerakan 30 September yang kontroversial memicu gelombang kekerasan dan penindasan yang menghancurkan banyak nyawa dan karier. Francisca, yang saat itu sedang berada di Chili sebagai delegasi Indonesia, terjebak dalam pusaran sejarah yang kelam.