Find Us On Social Media :

Kisah Presiden Soekarno Sakit Malaria Saat Bacakan Teks Proklamasi

By Afif Khoirul M, Minggu, 18 Agustus 2024 | 10:30 WIB

Foto karya Frans Mendur yang mengabadikan Presiden Soekarno membacakan naskah proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur, Nomor 56, Cikini, Jakarta. Artikel ini menjelaskan mengapa proklamasi kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia dari berbagai aspek.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Embun pagi masih menempel di dedaunan, ketika mentari pagi mulai mengintip di ufuk timur Jakarta. Hari itu, 17 Agustus 1945, bukan sekadar hari Jumat biasa.

Di sebuah rumah sederhana di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, sejarah sedang ditulis dengan tinta emas. Namun, di balik gegap gempita proklamasi kemerdekaan yang akan dikumandangkan, ada sebuah kisah perjuangan yang tak banyak diketahui.

Kisah tentang seorang pemimpin yang berjuang melawan penyakit malaria, demi mewujudkan impian sebuah bangsa.

Presiden Soekarno, sang proklamator, bukanlah manusia super. Ia pun bisa jatuh sakit. Dan pada saat-saat genting menjelang proklamasi, malaria, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, merenggut vitalitasnya.

Demam tinggi, tubuh menggigil, dan rasa lelah yang teramat sangat, semua itu ia rasakan. Namun, semangatnya tak pernah padam.

Di tengah kondisi fisik yang melemah, Soekarno tetap teguh pada pendiriannya. Ia tahu, proklamasi kemerdekaan harus dikumandangkan, apa pun yang terjadi. Ia adalah simbol perjuangan bangsa, dan ia tak boleh mengecewakan rakyatnya.

Dengan bantuan dokter pribadinya, Soekarno berusaha memulihkan kondisinya. Ia meminum obat, beristirahat sejenak, dan berusaha mengumpulkan tenaga.

Di sisi lain, persiapan proklamasi terus dilakukan. Teks proklamasi disusun, bendera merah putih dijahit, dan undangan disebar. Semua dilakukan dengan penuh semangat, meski dibayangi kekhawatiran akan kondisi Soekarno.

Tibalah saat yang ditunggu-tunggu. Pukul 10 pagi, Soekarno, didampingi oleh Mohammad Hatta, keluar dari rumah menuju halaman depan. Ribuan rakyat telah berkumpul, menanti dengan penuh harap.

Soekarno, meski masih terlihat lemah, berdiri tegak di podium. Ia mengambil napas dalam-dalam, lalu dengan suara lantang, ia membacakan teks proklamasi: