Find Us On Social Media :

Bara di Timur, Hal yang Mengawali Terjadinya Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap Pemerintah Kolonial Belanda

By Afif Khoirul M, Jumat, 16 Agustus 2024 | 12:20 WIB

Ilustrasi - Seperti apa hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah di Maluku?

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Di bawah langit biru Maluku yang jernih, terhampar keindahan alam yang memukau. Kepulauan rempah-rempah ini, sejak dahulu kala, telah menjadi incaran bangsa-bangsa asing. Aroma cengkeh dan pala yang semerbak, bak magnet yang menarik para petualang dari seberang lautan.

Namun, keindahan alam dan kekayaan rempah-rempah ini juga menjadi pangkal duka bagi rakyat Maluku. Kedatangan bangsa Belanda, yang awalnya disambut dengan tangan terbuka, perlahan berubah menjadi penjajahan yang menyengsarakan.

Pemerintahan kolonial Belanda, yang bermula dengan kedatangan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada abad ke-17, membawa perubahan besar bagi kehidupan masyarakat Maluku. Monopoli perdagangan rempah-rempah, yang diterapkan dengan tangan besi, membuat rakyat Maluku kehilangan kendali atas sumber daya alam mereka sendiri.

Harga rempah-rempah ditekan serendah mungkin, sementara rakyat Maluku dipaksa untuk menjual hasil panen mereka hanya kepada VOC. Sistem ini, yang dikenal sebagai *hongi tochten*, membuat rakyat Maluku hidup dalam kemiskinan dan ketergantungan.

Selain monopoli perdagangan, pemerintah kolonial Belanda juga menerapkan berbagai kebijakan yang merugikan rakyat Maluku. Kerja paksa, atau rodi, menjadi beban berat yang harus dipikul oleh rakyat Maluku.

Mereka dipaksa untuk bekerja tanpa upah yang layak, membangun benteng, jalan, dan fasilitas lainnya untuk kepentingan Belanda. Sistem perpajakan yang tidak adil juga membuat rakyat Maluku semakin tercekik. Pajak yang tinggi, yang harus dibayar dalam bentuk rempah-rempah atau uang, membuat rakyat Maluku kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri.

Penindasan dan eksploitasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda menimbulkan luka mendalam di hati rakyat Maluku. Rasa ketidakadilan dan kemarahan perlahan membara, menunggu saat yang tepat untuk meledak.

Perlawanan-perlawanan kecil mulai muncul di berbagai pelosok Maluku. Rakyat Maluku, yang tidak lagi tahan dengan penderitaan yang mereka alami, mulai mengangkat senjata melawan penjajah.

Salah satu perlawanan awal yang signifikan adalah perlawanan yang dipimpin oleh Sultan Hairun dari Ternate pada tahun 1570. Sultan Hairun, yang merasa tidak puas dengan perlakuan VOC terhadap rakyatnya, memutuskan untuk melawan.

Ia memimpin pasukannya dalam pertempuran sengit melawan Belanda, namun akhirnya gugur di medan perang. Perlawanan Sultan Hairun, meskipun tidak berhasil mengusir Belanda dari Maluku, menjadi simbol perlawanan rakyat Maluku terhadap penjajahan.