Find Us On Social Media :

Pada Masanya, Lokananta Pernah Menjerit Pilu Karena Terlupakan

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 4 Agustus 2024 | 15:00 WIB

Lokanatan sudah bersolek dan bergeliat kembali. Padahal beberapa waktu yang lalu, BUMN yang bergerak di perekaman musik itu pernah mengalami masa pilu. Suram dan terlupakan.

Lokanatan sudah bersolek dan bergeliat kembali. Padahal beberapa waktu yang lalu, BUMN yang bergerak di perekaman musik itu pernah mengalami masa pilu. Suram dan terlupakan. Intisari punya dokumentasinya untuk Anda.

Penulis: Imron Rosyid, untuk Majalah Intisari edisi Desember 2009

Intisari-Online.com - Menempati areal seluas sekitar 4 ha, malah membuat kawasan itu berkesan kumuh. Bangunannya kuno tapi tidak terawat, hingga terkesan tidak berpenghuni. Warna cat dinding pudar di sana-sini. Pintu ruangan tak semua terbuka.

Suasana lengang terasa setiap hari, hingga seolah tanpa ada aktivitas di dalamnya. Lokasinya memang di kawasan strategis, tapi nyatanya bangunan itu bukan tempat yang populer bagi orang di sekitarnya.

Gambaran itu tentang Lokananta, perusahaan rekaman milik negara di Jl. Ahmad Yani, Solo. Sebuah tempat yang di masa silam sempat berjaya sebagai produsen vinyl alias piringan hitam, terutama untuk bahan siaran Radio Republik Indonesia (RRI) di seluruh Indonesia.

Masa keemasannya paling tidak bertahan sampai datangnya era pita kaset, tahun 1970-an."Sebenarnya kami terbuka untuk pengunjung. Tapi memang jarang yang datang ke sini, kecuali mahasiswa yang sedang menyusun skripsi atau peneliti dari Jakarta," kata Titik, pegawai di Lokananta.

Disimpan pakai kopling

Menyelami lebih dalam perusahaan yang berdiri 29 Oktober 1956 ini, wajar jika kemudian timbul setitik rasa prihatin. Terutama pada nasib merana dari aset-aset Lokananta yang sesungguhnya tak ternilai harganya. Bukan sekadar aset fisik, seperti gedung, peralatan kantor, dan peralatan produksi rekaman.

Namun arsip kesejarahan, terutama musik, yang terekam di dalam master dari piringan-piringan hitam dan kini hanya teronggok dan membisu.

Di sebuah sudut gudang penyimpanan, kita bisa melihat harta berharga peninggalan masa silam itu yang perlahan termakan zaman. Master rekaman yang jumlahnya ribuan ditaruh berjejal dalam lemari-lemari besi. Sebagian master buatan Lokananta, sebagian lain kiriman RRI seluruh Indonesia.

Koleksi diarsipkan dengan cara setempat yang mereka sebut "kopling". "Sistem penomoran kami berbeda dengan standar International System Music Numbering," ujar Ruktiningsih, Kepala Cabang Perum Lokananta Solo.

Pada areal penyimpanan piringan hitam, kondisinya lebih mengenaskan. Lokananta hanya mengategorikan berdasarkan jenisnya. Ada lagu daerah, pidato, lagu keroncong, dsb. Sungguh jauh dari standar internasional.