Find Us On Social Media :

Pusara Baja yang Terlupakan: Tragedi Penjarahan Makam Perang di Kedalaman Laut Jawa

By Afif Khoirul M, Sabtu, 3 Agustus 2024 | 19:15 WIB

Ilustrasi - Pada 1 September 1939 peristiwa Perang Dunia II dimulai.

 

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Di kedalaman Laut Jawa, di mana cahaya matahari hanya menjadi bisikan samar, terbaring kisah-kisah yang tak terungkap dari masa lalu yang bergolak. Di sanalah, tiga penjaga laut yang gagah berani, HNLMS De Ruyter, HNLMS Java, dan HNLMS Kortenaer, telah beristirahat selama beberapa dekade, menjadi saksi bisu Pertempuran Laut Jawa yang dahsyat pada tahun 1942. Namun, dalam keheningan abadi mereka, sebuah misteri muncul, membangkitkan gelombang kegelisahan di antara mereka yang menghargai sejarah dan menghormati mereka yang gugur.

Bangkai kapal yang dulunya merupakan kuburan suci bagi para pelaut pemberani kini telah lenyap, seolah-olah ditelan oleh kedalaman yang tak kenal ampun. Kabar hilangnya mereka yang tiba-tiba telah mengguncang dunia, memicu penyelidikan internasional untuk mengungkap kebenaran di balik kejadian yang meresahkan ini.

Kementerian Pertahanan Belanda, yang bertanggung jawab menjaga warisan maritim negara tersebut, telah mengonfirmasi bahwa bangkai kapal De Ruyter dan Java telah menghilang sepenuhnya, sementara Kortenaer sebagian besar juga telah lenyap. Berita ini datang sebagai pukulan telak bagi para veteran, sejarawan, dan keluarga mereka yang kehilangan orang yang dicintai dalam pertempuran bersejarah itu.

Sonar, mata yang melihat ke dalam kegelapan, telah mengungkapkan jejak samar dari keberadaan bangkai kapal di dasar laut, namun kapal itu sendiri telah lenyap tanpa jejak. Seperti hantu dari masa lalu, mereka telah menghilang, meninggalkan kekosongan yang menghantui di tempat mereka dulu beristirahat.

Pertempuran Laut Jawa, salah satu pertempuran laut paling sengit dalam Perang Dunia II, telah merenggut nyawa sekitar 2.200 jiwa, termasuk 900 warga negara Belanda dan 250 warga negara Indonesia-Belanda. Bangkai kapal tersebut telah lama menjadi tempat ziarah bagi mereka yang ingin memberikan penghormatan kepada mereka yang gugur, dan hilangnya mereka secara tiba-tiba telah menyebabkan kemarahan dan kesedihan yang mendalam.

Kementerian Pertahanan telah berjanji untuk melakukan penyelidikan menyeluruh untuk menentukan nasib bangkai kapal tersebut. Penodaan kuburan perang merupakan pelanggaran serius, dan pihak berwenang bertekad untuk membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan.

Hilangnya bangkai kapal ini telah menimbulkan kekhawatiran bahwa mereka mungkin telah menjadi korban penyelamatan ilegal. Perairan di sekitar Indonesia, Singapura, dan Malaysia dikenal sebagai kuburan bagi lebih dari 100 kapal dan kapal selam yang tenggelam selama perang, dan selama bertahun-tahun, para pemulung telah diam-diam menjarah bangkai kapal ini untuk mendapatkan logam berharga seperti baja, aluminium, dan kuningan.

Para penyelam rekreasi di Malaysia telah melaporkan melihat bangkai kapal diledakkan dengan bahan peledak oleh orang-orang yang menyamar sebagai nelayan, yang kemudian mengambil logam dari kapal yang hancur. Bahkan militer AS telah menemukan bukti "gangguan tidak sah" di lokasi makam USS Houston, yang tenggelam di Laut Jawa selama Pertempuran Selat Sunda.

Hilangnya bangkai kapal Belanda ini merupakan pengingat yang menyedihkan tentang kerapuhan sejarah dan pentingnya melestarikan situs-situs yang memiliki makna budaya dan bersejarah. Bangkai kapal ini bukan hanya tumpukan logam berkarat; mereka adalah monumen bagi mereka yang mengorbankan hidup mereka untuk membela negara mereka.

Saat penyelidikan berlangsung, dunia menyaksikan dengan napas tertahan, berharap bahwa kebenaran akan segera terungkap dan mereka yang bertanggung jawab atas tindakan tercela ini akan dibawa ke pengadilan. Sementara itu, kenangan akan mereka yang gugur dalam Pertempuran Laut Jawa akan terus hidup, terukir dalam hati dan pikiran mereka yang menghargai pengorbanan mereka.

Baca Juga: Adaptasi Kurikulum, Merajut Masa Depan Pendidikan yang Relevan dan Bermakna