Find Us On Social Media :

Sayuti Melik Tentang Peristiwa Rengasdengklok: Pagi-pagi Dibangunkan Bung Karno Sudah Tak Ada

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 3 Agustus 2024 | 14:02 WIB

Sayuti Melik ada di rumah Pegangsaan Timur 65 ketika Bung Karno dan Bung Hatto diculik golongan pemuda ke Rengasdengklok.

Pada 15 Agustus 1945, Golongan Muda mendesak Soekarno dan Moh Hatta agar memproklamasikan kemerdekaan pada 16 Agustus 1945, tetapi ditolak yang kemudian mengakibatkan peristiwa pengamanan Golongan Muda terhadap Seokarno dan Moh. Hatta, peristiwa tersebut dikenal dengan Peristiwa Rengasdengklok. Inilah cerita Sayuti Melik tentang peristiwa itu.

Artikel ini tayang di buku Sketsa oleh Jakob Oetama

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Dia istri Sayuti Melik yang tulisan-tulisannya tentang Marhaenisme dan Soekamoisme banyak dibaca orang. Beberapa hari sebelum peristiwa bersejarah tersebut, Sayuti Melik dan istrinya dipanggil ke Jakarta oleh Bung Karno. S.K. Trimurti termasuk murid Bung Karno angkatan pertama. Dengan datang ke Jakarta, mereka kemudian menjadi salah satu saksi utama peristiwa bersejarah sekitar tanggal 17 Agustus 1945.

Ketika mereka berdua tiba di Jakarta, Bung Karno baru terbang ke Saigon dengan Bung Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat, untuk membicarakan soal kemerdekaan dengan Marsekal Terauchi, wakil panglima tertinggi bala tentara Jepang di Asia Tenggara.

Selama di Jakarta Sayuti dan istri tinggal di rumah Bung Karno, di Jalan Pegangsaan Timur 56. Menurut penuturannya sendiri, dia bukan tokoh dalam kejadian-kejadian bersejarah. Dia hadir sekadar sebagai pembantu pribadi Bung Karno, sedang Bu Trimurti, murid lama Bung Karno, bertindak sebagai sekretaris pribadi.

Tanggal 16 Agustus malam, sewaktu mereka sedang duduk-duduk di beranda rumah Pegangsaan Timur, datang dua pemuda, Wikana dan Subadio. Sayuti dapat mendengarkan percakapan mereka dari tempat duduknya. Kedua pemuda itu atas nama kawan-kawannya mendesak agar segera diadakan proklamasi kemerdekaan.

Bung Karno menjawab, dia punya kawan, karena itu sebelum bertindak sesuatu perlu konsultasi lebih dulu dengan mereka. "Kalau tak percaya gorok saja leher saya."