Find Us On Social Media :

Sejak Dulu Kala, Benarkah Olimpiade Selalu Dibayangi Masalah Politik?

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 1 Agustus 2024 | 13:31 WIB

Sportivitas, itulah nilai yang dibawa oleh gelaran olahraga seperti Olimpiade. Tapi benarkah olimpiade selalu dibayangi masalah politik?

Olimpiade pada awal mulanya dulu, tahun 776 SM, sekadar mainan para pria di Olympia, Yunani, berupa lomba lari yang hanya boleh disaksikan laki-laki - antara lain karena pesertanya telanjang. Kini menjelma jadi peristiwa olahraga amat besar.

Sydney, kota penyelenggara olimpiade ke-27 di zaman modern - sebenarnya periode ke-24 karena tiga perhelatan yakni Berlin (1916), Tokyo/Helsinki (1940), dan London (1944) batal oleh Perang Dunia I dan II - menargetkannya sebagai olimpiade tersukses dan termegah sepanjang sejarah.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Orang-orang selalu berteriak-terika, "jauhkan politik dari olahraga", "politik mengotori olahraga", "politik menghilangkan unsur sportivitas dalam olahraga", dan lain sebagainya. Benarkah olahraga benar-benar bisa bersih dari politik?

Mari kita lihat Olimpiade Sydney 2000, saat masalah internasional selesai, persoalan justru muncul dari dalam negeri Australia. Para aktivis lingkungan dan gerakan pembela suku Aborigin memanfaatkan Olimpiade 2000 sebagai ajang aksi protes terhadap kebijakan pemerintah Australia yang dianggap menyisihkan kaum Aborigin.

Kendati dicita-citakan sebagai wadah sportivitas, bebas dari kendala politis dan aneka macam diskriminasi, olimpiade dari waktu ke waktu tak pernah bebas dari rongrongan. Masih mudah diingat Olimpiade Los Angeles 1984, yang sukses secara komersial, tak diikuti negara-negara Blok Timur. Aksi boikot itu merupakan balasan dari perlakuan Amerika dan berbagai negara lain yang tidak mengikuti Olimpiade Moskow 1980 karena memprotes invasi Uni Soviet ke Afghanistan pada Desember 1979.

Empat tahun sebelumnya, Montreal 1976, peserta olimpiade berkurang 400 atlet gara-gara sejumlah negara mengundurkan diri di saat-saat akhir. Mereka memprotes Selandia Baru yang tim rugbinya berafiliasi dengan Afrika Selatan, republik yang ditolak banyak negara karena politik apartheidnya.

Benturan politik amat keras terjadi pada Olimpiade Munich 1972. Kompetisi olahraga amatir yang diikuti 8.000 atlet dan ofisial dari 124 negara itu dikejutkan oleh serangan teror terhadap atlet Israel.

Dua orang tewas, sembilan atlet disandera untuk ditukar dengan 200 tawanan di Israel. Penyerbuan oleh pasukan Jerman Barat akhirnya memakan korban tewas sembilan atlet yang disandera, lima penyandera, dan seorang setempat.

Organisator berusia 24 tahun