Find Us On Social Media :

Beberapa Tokoh yang Menyatakan Keberatan dengan Sila Pertama Pancasila dalam Piagam Jakarta

By Afif Khoirul M, Senin, 22 Juli 2024 | 13:50 WIB

Ilustrasi - Alasan utama mengapa kita tidak boleh meletakkan lambang Garuda Pancasila sembarangan.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Perumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak terlepas dari dinamika dan perdebatan yang panjang. Salah satu momen krusial terjadi dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 22 Juni 1945, di mana rumusan sila pertama Pancasila dalam Piagam Jakarta menuai keberatan dari beberapa tokoh.

Piagam Jakarta, yang dibacakan oleh Mohammad Hatta pada akhir sidang BPUPKI, memuat sila pertama Pancasila dengan bunyi: "Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."

Rumusan ini memicu reaksi dari beberapa tokoh yang merasa terwakilkan oleh sila tersebut.

1. Johannes Latuharhary

Tokoh asal Maluku ini menyatakan keberatannya secara langsung pada tanggal 17 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Latuharhary, seorang Kristen Protestan, khawatir rumusan tersebut akan meminggirkan kelompok minoritas dan berpotensi menimbulkan diskriminasi.

2. C.S.T. van der Plas

Anggota BPUPKI dari golongan Timur Asing ini menyampaikan kekhawatirannya bahwa rumusan sila pertama Piagam Jakarta akan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan pluralisme. Van der Plas menginginkan rumusan yang lebih inklusif dan mengakomodasi seluruh golongan masyarakat.

Baca Juga: Mengapa Kita Perlu Menerapkan Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari?

3. A.A. Maramis

Meskipun tergabung dalam Panitia Sembilan yang merumuskan Piagam Jakarta, Maramis, seorang Kristen Protestan dari Sulawesi Utara, diam-diam tidak menyetujui rumusan sila pertama. Ia khawatir rumusan tersebut akan memicu perpecahan di tengah bangsa yang baru saja merdeka.