Find Us On Social Media :

Menelusuri Jejak Emas di Bumi Serambi Mekkah

By Afif Khoirul M, Kamis, 11 Juli 2024 | 19:00 WIB

Sejarah pertambangan emas pertama di Indonesia tak bisa dilepaskan dari tambang emas Cikotok, Banten. Sayang, tambang ini harus ditutup pada 2005 lalu.

 

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Aceh, Serambi Mekkah, bukan hanya dikenal dengan sejarah panjang perjuangannya, tapi juga kekayaan alam yang melimpah. Salah satu yang paling tersohor adalah emas. Sejak masa lampau, Aceh telah menjadi penghasil emas urai yang digemari para pedagang dari berbagai penjuru dunia.

Kisah penambangan emas di Aceh terentang jauh di masa silam. Kerajaan-kerajaan besar seperti Peureulak, Samudera Pasai, dan Aceh Darussalam memajukan sektor ini, menjadikannya salah satu komoditas utama.

Para sarjana Persia dan Yunani didatangkan untuk menularkan ilmu pertambangan mereka, dan hasil tambang emas melimpah ruah.

Di Peureulak, Alue Meuh (Alur Mas) menjadi saksi bisu kejayaan penambangan emas. Di sanalah emas urai dikeruk dari sungai, di bawah bimbingan para ahli dari negeri jauh. Kerajaan Pasai pun tak mau kalah.

Tambang emas didirikan di hulu Sungai Pasai, tepat di atas Kampung Perak, dikerjakan oleh para sarjana Persia yang handal.

Legenda Meurah Silu dan lukah hanyutnya di Sungai Peusangan menjadi bukti lain kekayaan emas di Aceh. Dari lukah yang direbus, didapatlah emas, pertanda limpahnya sumber daya alam di bumi Serambi Mekkah.

Kejayaan ini tak luput dari perhatian dunia. Kerajaan-kerajaan tetangga berbondong-bondong menjalin hubungan dagang, menjadikan emas Aceh sebagai komoditas primadona. Bahkan, mata uang Kerajaan Pasai, derham emas, menjadi bukti nyata kekayaan dan kemajuan teknologi mereka.

Emas urai Aceh tak hanya berkilau di dalam negeri, tapi juga merambah ke mancanegara. VOC, dengan ambisi perdagangannya, ingin memonopoli emas Aceh.

Namun, kesultanan Aceh yang tegas menolaknya, memilih untuk menjalin hubungan dagang dengan mitra lamanya yakni Inggris, India, Persia, Arab, dan Tiongkok.

Perjuangan Aceh tak berhenti sampai di situ. Di masa Sultan Djamalul Alam, tambang emas di hulu Sungai Meulaboh, tepatnya di Tutut, dibuka. Hasil tambang diangkut ke Bandar Aceh untuk diperdagangkan.

Baca Juga: Pelarian Johny Indo Keluar Dari Nusakambangan