Find Us On Social Media :

Kenapa Orang-orang Begitu Ngebet Mengurus Gelar Kebangsawanannya?

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 6 Juli 2024 | 12:22 WIB

Demi gelar Raden, orang-orang rela melakukan apa saja. Termasuk harus capek-capek mengurusnya di Keraton. Harus ada saksi dan silsilah yang jelas.

Demi gelar Raden, orang-orang rela melakukan apa saja. Termasuk harus capek-capek mengurusnya di Keraton. Harus ada saksi dan silsilah yang jelas.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Sepenting apa gelar Raden bagi mereka yang capek-capek mengurusnya? Untuk menjawab pertanyaan itu, Intisari pernah memuat ceritanya, lengkap untuk Anda. Tulisan ini tayang di Majalah Intisari edisi Juni 1991.

---

Ada gejala menarik belakangan ini, banyak orang di Yogyakarta dan Solo ramai-ramai mengurusi SK penting, berupa lembaran yang memuat keabsahannya untuk menyandang gelar R atau raden, gelar "bangsawan baru" seperti yang ditulis pembantu Intisari dari Yogya B. Soelist.

Ada dua macam gelar simbol kebangsawanan priayi Jawa. Gelar karena pertalian darah dan gelar karena jabatan. Gelar darah seperti R (raden) atau RM (raden mas) dan semacamnya, bersifat turun- temurun yang diperoleh secara askriftif. Sedangkan gelar jabatan, seperti tumenggung, pangeran, adipati, dan sebangsanya, hanya melekat pada orang yang bersangkutan da tak terwariskan. Namun khusus bagi priayi yang berprestasi, kedua gelar tersebut bisa langsung dirangkap membuntuti nama aslinya.

Dan sejumlah deretan gelar kebangsawanan priayi Jawa, raden merupakan gelar paling umum, paling banyak pemakainya. Karena apa? Karena raden adalah gelar terendah. Namun, simbol ini tetap mampu jadi bukti bahwa si pemakai masih termasuk dalam trahing kusumo rembesing madu (berdarah raja). Ya, berdarah raja sekalipun mungkin raja leluhurnya memerintah ratusan tahun silam.

Bagaimanapun gelar adalah simbol status sosial, ikut menentukan tempat duduk mereka ketika ada paseban agung keraton. Oleh karena itu, bupati-bupati daerah Gubernemen dahulu berlomba keras untuk bisa mempersunting putri bangsawan Keraton Yogyakarta atau Surakarta.

Begitu juga, putri-putri pinggiran yang cantik rupa, rela jadi bedhaya (penari keraton). Soalnya, kalau nasib sedang mujur, dalam artian dia dikehendaki raja atau bangsawan keraton lainnya, status sosialnya tentu akan meningkat. Minimal dia akan dipanggil raden.

Khusus untuk gelar raden, memang tak terbatas pewarisannya. Kalau si ayah atau si ibu menyandang raden, dengan sendirinya anak, cucu, beserta seluruh cicit-cicitnya tak terbatas, akan terus bergelar raden juga. Jadilah gelar raden simbol kebangsawanan Jawa paling umum dan paling banyak pemakainya.