Aksi Pierre Tendean Menyusup ke Malaysia

Afif Khoirul M

Penulis

Kapten Pierre Tendean, pahlawan revolusi termuda.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Di tengah ketegangan politik antara Indonesia dan Malaysia pada tahun 1964, Letnan Dua Pierre Tendean, perwira muda dengan paras menawan dan kecerdasan memukau, ditugaskan dalam misi berbahaya. Misi ini membawanya ke jantung wilayah musuh: Malaysia.

Pierre, yang saat itu berusia 26 tahun, telah menunjukkan kegigihan dan kemampuannya dalam berbagai operasi intelijen. Kemampuannya berbicara bahasa Inggris dan Melayu dengan fasih, ditambah dengan keberaniannya yang tak tertandingi, menjadikannya aset berharga bagi Komando Operasi Dwikora.

Saat itu, Pierre Tendean mendapat mandat secara langsung dari Soekarno yang sangat geram dengan ulah Malaysia. Kala itu terjadi aksi demonstrasi oleh masyarakat Malaysia yang anti-Indonesia.

Orang-orang Malaysia menggeruduk KBRI, merobek foto Soekarno, menuntut Perdana Menteri Malaysia, Tunku Abdul Rahman untuk menginjak-injak lambang negara Indonesia, yaitu Garuda.

Melihat dan mengetahui itu, pimpinan tertinggi Indonesia, yaitu Soekarno berang bukan main.

"Kalau kita lapar itu biasa. Kalau kita malu, itu juga biasa. Namun, kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar! Kerahkan pasukan ke Kalimantan, hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat, jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak Malaysian keparat itu.”

”Doakan aku, aku akan berangkat ke medan juang sebagai patriot bangsa, sebagai martir bangsa, dan sebagai peluru bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya.”

”Serukan, serukan ke seluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini. Kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat.”

”Yoo... ayooo... kita ganyang. Ganyang Malaysia! Ganyang Malaysia! Bulatkan tekad. Semangat kita baja. Peluru kita banyak. Nyawa kita banyak. Bila perlu satoe- satoe!” Ungkap Soekarno dalam pidatonya yang berapi-api.

Sebelum memulai misinya, Pierre menjalani pelatihan intensif di Pusat Pendidikan Intelijen (Pusdikintel) Bogor. Di sana, dia dibekali dengan berbagai keterampilan, seperti teknik penyamaran, infiltrasi, pengumpulan data intelijen, dan pertempuran jarak dekat.

Pierre juga mempelajari seluk beluk budaya dan adat istiadat Malaysia dengan cermat. Dia harus mampu berbaur dengan penduduk setempat tanpa menimbulkan kecurigaan. Identitasnya sebagai perwira intelijen Indonesia harus dirahasiakan demi keselamatannya dan kelancaran misinya.

Baca Juga: Serangan Umum 1 Maret, Pendarahan Yogyakarta dan Lahirnya Semangat Juang

Menyusup ke Wilayah Musuh

Dengan tekad baja dan rasa cinta tanah air yang membara, Pierre memulai misinya. Dia menyamar sebagai seorang pengusaha muda yang ingin mengembangkan bisnis di Malaysia. Dengan membawa paspor palsu dan identitas baru, dia menyusup ke wilayah Johor Bahru.

Maklum saja Pierre memang memiliki wajah sedikit kebulean Indo-Prancis, hal ini membuatnya terlihat seperti pelancong.

Pierre menjelajahi kota-kota di Malaysia, menjalin kontak dengan penduduk setempat, dan mengumpulkan informasi penting tentang pergerakan pasukan Malaysia, rencana pertahanan mereka, dan sentimen anti-Indonesia di kalangan masyarakat.

Setiap langkahnya penuh dengan risiko. Dia harus selalu waspada terhadap patroli keamanan Malaysia dan agen-agen intelijen yang mengintai. Kegagalan berarti tertangkap dan kemungkinan besar dihukum mati.

Misi Penuh Rintangan dan Keberanian

Dalam satu operasi berbahaya, selama satu tahun Pierre berhasil menyusup masuk ke daerah lawan sebanyak tiga kali.

Dia juga merekrut beberapa informan yang bersedia membantu Indonesia dalam operasi Dwikora.

Misi Pierre penuh dengan rintangan dan momen menegangkan. Dia pernah hampir tertangkap oleh patroli keamanan, dan di lain waktu dia harus berpura-pura mabuk untuk menghindari kecurigaan.

Pada waktu menyusup untuk kedua kalinya, dia dapat merampas sebuah teropong dari tentara Inggris. Seperti dikutip dari Dinas Sejarah TNI.

Saat Pierre menerobos untuk ketiga kalinya, di tengah laut dia dikejar oleh sebuah kapal destroyer Inggris.

Untung dia cepat dapat membelokkan speedboatnya dan diam-diam menyelam ke Iaut.

Namun, Pierre pantang menyerah. Dia terus menjalankan misinya dengan penuh keteguhan dan keberanian. Kegigihannya membuahkan hasil. Dia berhasil mengumpulkan informasi intelijen yang sangat berharga bagi Komando Operasi Dwikora.

Baca Juga: Belanda Tak Sanggup Membendung Gempuran Tentara Jepang

Kembali ke Tanah Air dengan Kemenangan

Setelah beberapa bulan menjalankan misi berbahaya di Malaysia, Pierre akhirnya berhasil kembali ke Indonesia. Dia membawa pulang informasi intelijen yang sangat berharga yang membantu Indonesia dalam operasi Dwikora.

Keberanian dan kegigihan Pierre Tendean dalam menjalankan misi ini menjadikannya seorang pahlawan bagi bangsa Indonesia. Dia telah menunjukkan pengabdiannya yang luar biasa kepada tanah air dan menjadi inspirasi bagi generasi muda.

Kisah Pierre Tendean tidak hanya tentang keberanian dan pengorbanan, tetapi juga tentang pentingnya informasi intelijen dalam peperangan. Misi berbahaya yang dia jalankan di Malaysia merupakan bukti nyata dari dedikasi dan patriotismenya.

Meskipun Pierre Tendean gugur dalam peristiwa G30S/PKI, semangatnya akan selalu dikenang oleh bangsa Indonesia. Dia adalah pahlawan yang telah memberikan kontribusi besar bagi kemerdekaan dan kedaulatan negara.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Artikel Terkait