Kisah Teruo Nakamura 'The Last Samurai' yang Bersembunyi di Indonesia

Afif Khoirul M

Penulis

Sosok Teruo Nakamura, tentara Jepang yang terus bersembunyi di Indonesia tanpa mengetahui Perang Dunia II telah berakhir.

Intisari kini telah hadir di WhatsApp Channel, dapatkan artikel terupdate di sini

Intisari-online.com - Ketika Hiroo Onoda menyerah pada tahun 1974, banyak yang mengira dia adalah prajurit terakhir yang bertahan dari Perang Dunia II.

Namun, ada satu nama yang kurang terkenal dan sering terlewatkan dalam catatan sejarah: Teruo Nakamura.

Prajurit ini baru ditemukan sepuluh bulan setelah Onoda, tersembunyi di kedalaman hutan Pulau Morotai, Indonesia.

Pada dekade 70-an, ketika dunia telah lama berdamai pasca-Perang Dunia II, Teruo Nakamura masih berjuang dalam kesendirian, tak menyadari bahwa perang telah usai.

Kisahnya dimulai pada tahun 1944, ketika ia dan beberapa rekan tentaranya diperintahkan untuk melakukan perang gerilya. Mereka bertahan hidup di hutan, terputus dari dunia luar, dan terus mengikuti perintah terakhir yang mereka terima.

Teruo Nakamura, yang lahir dengan nama Attun Palalin pada tahun 1919 di Taiwan, adalah bagian dari suku Amis, sebuah kelompok Pribumi Taiwan.

Meski dibesarkan dalam kondisi yang sulit, latar belakang budayanya tidak banyak diperhatikan ketika ia bergabung dengan Unit Relawan Takasago Angkatan Darat Kekaisaran Jepang pada November 1943.

Setelah Pertempuran Morotai yang sengit, di mana pasukan Jepang kalah melawan sekutu Amerika dan Australia, Nakamura dan beberapa tentara lainnya menghilang ke dalam hutan.

Teruo Nakamura tinggal bersama beberapa tentara Jepang lainnya di Pulau Morotai selama dua belas tahun.

Karena mereka kehilangan kontak radio dengan komandan mereka, mereka tidak tahu bahwa perang telah berakhir.

Ketika selebaran dijatuhkan di pulau itu pada tahun 1945 yang menyatakan bahwa Jepang telah menyerah dan perang telah berakhir, Nakamura dan rekan-rekannya menganggapnya sebagai propaganda musuh.

Nakamura kemudian mengatakan kepada Taipei Times bahwa dia yakin perang masih berlangsung karena pesawat terus-menerus terbang di atas pulau itu.

Ketika pesawat menjadi lebih modern, dia berasumsi sedang terjadi perlombaan senjata antara kekuatan Sekutu dan Poros. Kenyataannya, ada pangkalan Angkatan Udara Indonesia di dekatnya, dan dia melihat latihan penerbangan setiap hari.

Pada tahun 1956, Nakamura meninggalkan rekan satu pasukannya dan berangkat sendiri ada yang mengatakan karena orang lain mencoba membunuhnya.

Dia membangun gubuk kecil di ladang dan bertahan hidup dengan menanam ubi jalar dan memakan pisang dari pohon. Ia menghibur diri dengan memancing dan mengutak-atik sempoa yang dibuatnya. Dia memasak hanya ketika hari sudah gelap agar musuh tidak melihat asap dari apinya.

Mereka dianggap tewas, namun sebenarnya masih bertahan hidup, terisolasi dari dunia yang telah berubah drastis.

Selama 30 tahun, Nakamura hidup dengan memakan pisang dan memancing, sambil menghitung hari dengan siklus bulan dan simpul di tali. Dia membangun sebuah gubuk dan menjalani hidup dengan tenang, meskipun tanpa teman bicara. Harapan dan keinginan untuk terus hidup menjadi pendorong utamanya.

Hubungan Nakamura dengan seorang pria lokal, Baicoli, memberinya sedikit kenyamanan dalam bentuk teh dan kopi. Setelah Baicoli meninggal, putranya melanjutkan perawatan terhadap Nakamura, dan akhirnya mungkin adalah dia yang mengungkap keberadaan Nakamura kepada pihak berwenang.

Penemuan Teruo Nakamura membangkitkan diskusi tentang loyalitas, identitas etnis, dan dukungan bagi veteran. Kisahnya adalah pengingat bahwa dalam lipatan-lipatan sejarah, ada cerita-cerita yang terlupakan, menunggu untuk diceritakan kembali.

Baca Juga: Ternyata Beginilah Awal Mula Sikap Anti-Israel Indonesia

Usai Ditemukannya Teruo Nakamura

Setelah Teruo Nakamura ditemukan pada tanggal 18 Desember 1974, ia dibawa ke Jakarta dan dirawat di rumah sakit. Berita tentang penemuannya mencapai Jepang pada tanggal 27 Desember. Nakamura memutuskan untuk langsung dipulangkan ke Taiwan, melewati Jepang.

Awalnya, pemerintah Republik Tiongkok di Taiwan tidak menyambutnya dengan baik, melihatnya sebagai loyalis Jepang. Namun, persepsi publik Jepang terhadap Nakamura dan repatriasinya sangat berbeda dibandingkan dengan holdout Jepang lainnya seperti Hiroo Onoda, yang ditemukan beberapa bulan sebelumnya dan merupakan seorang perwira serta etnis Jepang.

Sebagai prajurit dari unit kolonial di tanah asing, Nakamura tidak berhak atas pensiun (karena perubahan hukum tentang pensiun pada tahun 1953), sehingga ia hanya menerima jumlah 68,000 Yen. Hal ini menimbulkan kecaman di media, yang mendorong pemerintah Republik Tiongkok dan publik untuk menyumbangkan total 4,250,000 Yen kepada Nakamura.

Lima tahun setelah repatriasinya, pada tanggal 15 Juni 1979, Nakamura meninggal karena kanker paru-paru.

*

Intisari kini telah hadir di WhatsApp Channel, dapatkan artikel terupdate di sini

-----

Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com diGoogle News

Artikel Terkait