Find Us On Social Media :

Sejarah Jakarta: Di Balik Pembantaian Kali Angke 1740 Yang Berdarah

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 9 Juni 2024 | 07:34 WIB

Peristiwa Angke 1740 (Geger Pecinan) disebut-sebut sebagai akar kekerasan terhadap etnis Tionghoa yang terus terjadi di Indonesia hingga saat ini.

Peristiwa Angke 1740 (Geger Pecinan) disebut-sebut sebagai akar kekerasan terhadap etnis Tionghoa yang terus terjadi di Indonesia hingga saat ini.

-------

Saat ini Intisari sudah hadir di WhatsApp Channel, follow di sini dan dapatkan artikel-artikel terbaru kami

-------

Intisari-Online.com - Sejarah Jakarta tak melulu dihiasi oleh indahnya gedung-gedung warisan kolonial dan aneka warisan Eropa lainnya. Sejarah Jakarta juga dilambari oleh gelimang darah. Salah satunya adalah Peristiwa Angke 1740.

Ini adalah perisitwa berdarah, pembantaian etnis Tionghoa oleh orang-orang Eropa Belanda yang terjadi pada pertengahan abad 18. Saat itu VOC sedang jaya-jayanya. 

Hubungan Belanda-Tionghoa bisa di Batavia tidak bisa dibilang baik-baik terus. Pendiri Kota Batavia, JP Coen, yang ketika itu juga Gubernur Jenderal VOC, pernah berkirim surat kepada Heeren Seventien, pemegang saham VOC.

Isi surat itu menyangkut paut tentang masyarakat Tionghoa di Batavia kala itu, sebagaimana dikutip dari buku Waktu Belanda Mabuk Lahirlah Batavia karya Alwi Sahab. "Untuk membangun imperium di belahan Timur dengan pusat kekuasaan di Batavia, tidak ada bangsa lain yang dapat melayani kita lebih baik daripada orang Cina," begitu tulis Coen.

Apakah itu artinya Coen memuji masyarakat Tionghoa?

Menurut sejarawan cum dosen luar biasa Sastra Universitas Indonesia, ucapan Coen itu bukan berarti bahwa masyarakat Tionghoa yang ada di Batavia adalah anak emas VOC. Justru ini adalah sebuah indikasi bahwa mereka (masyarakat Tionghoa) akan dijadikan pekerja di pelbagai lini pembangunan. Mulai dari membangun rumah, gedung perkantoran, mengeloaan pertanian, persawahan, dan juga perkebunan.

Pernyataan Coen sendiri bukan tanpa sebab. Ketika pertama kali membangun kota Batavia, dia banyak mendatangkan orang Tionghoa dari Banten. Semakin lama, jumlahnya semakin bertambah pesat. Tak hanya itu, gedung-gedug yang dibangun kisaran abad ke-17 dan 18 juga banyak beraroma Cina.