Find Us On Social Media :

Kisah Pertapaan Soeharto dan Sisi Kejawen The Smilling General

By Afif Khoirul M, Sabtu, 1 Juni 2024 | 17:06 WIB

Sisi kejawen Presiden Soeharto dan kisah spiritual di baliknya.

Intisari-online.com - Soeharto sosok presiden terlama dalam sejarah Indonesia memimpin selama 32 tahun diketahui memiliki sisi Kejawen.

Namun kenyataan ini tak banyak diungkap dalam sejarah The General Smiling.

_____________________________________________________________________

Soeharto merupakan sosok presiden yang berkuasa selama 32 tahun, terlama dalam sejarah Indonesia.

Sosoknya memiliki sisi Kejawen yang tak banyak diketahui di mata publik.

Soeharto sendiri memiliki darah orang Jawa yang lahir di Yogyakarta.

Kejawen adalah kepercayaan yang dianut rakyat Jawa mengawinkan tradisi animisbe, Hindu dan Budha.

Meskipun Islam telah berkembang pada tahun 1500-an, tradisi Kejawen masih melekat dalam kepercayaan dan praktik orang-orang Jawa.

Tahun 1935, ketika Soeharto muda pindah ke Wonogiri, dia bertemu dengan sosok bernama Romo Daryatmo, tabib Jawa yang kemudian menjadi ayah angkatnya.

Di sanalah Soeharto muda mempelajari tentang kehidupan spiritual.

Daryatmp beragama Islam, namun juga memiliki disiplin ilmu mengenai hal-hal gaib dan harmonisasi dalam tradisi Kejawen.

Baca Juga: Bukan Berasal Dari Keluarga Darah Biru, Soeharto Kecil Kesal Dipanggil Den Bagus

Soeharto tak hanya menjadi anak angkat, tetapi juga menjadi murid dari Daryatmo.

Periode inilah yang merupakan kondisi di mana Soeharto memiliki wawasan berharga mengenai filsafat Jawa.

Menurut buku, David Jenkins, Soeharto Muda: Pembentukan Prajurit, 1921-1945, menggali kehidupan awal penguasa otoriter Indonesia, yang berkuasa selama 33 tahun, yang juga bisa dibilang sebagai penguasa terkuat.

Dari detailnya, yang terkuak adalah kisah pria yang tidak hanya beragama Islam.

Namun juga penganut setia Kejawen di negara yang semakin banyak menganut agama Islam selama tiga abad terakhir.

Dalam otobiografinya tahun 1989 , Soeharto: Pikiran, Perkataan, dan Perbuatanku, yang ditulis oleh G. Dwipayana dan Ramadhan KH.

Soeharto menyebut Daryatmo sebagai kiai, kata dalam bahasa Jawa kuno yang berarti manusia spiritual.

Ketika Soeharto berkuasa, antara tahun 1965 dan 1998, ia menelepon Daryatmo setidaknya sekali seminggu dan dirinya sendiri yang mempraktekkan Kejawen.

Buku Jenkins sangat penting karena merinci pendidikan Kejawen Soeharto dan pelatihan militer Jepang selama pendudukan mereka di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945.

Bukti tradisi Kejawen yang masih melekat kuat dengan sosok Soeharto juga ditemukian di Cilacap tepatnya di Gunung Srandil.

Baca Juga: Dari Pegawai Bank Menjadi Tentara, Jejak Hidup Soeharto Terlahir dari Pedagang di Yogyakarta 

Gunung ini bukan tempat biasa, tetapi juga merupakan tempat yang memiliki citra mistik kuno.

Banyak tempat suci ditemukan, termasuk salah satunya milik Soeharto.

Di depannya ada sebuah papan yang bertuliskan, bahwa area tersebut di bawah pengawasan datasemen komando bidang seni dan properti.

Menurut sebuah keterangan yang ditulis oleh hrw.org, sebuat kuil terdapat di dalamnya, ada tiga buah kuburan dengan lukisan Ratu Pantai Selatan.

"Presiden Soeharto saat masih berkuasa dulu di sana ada helipad," ujar Mbah Salio juru kunci daerah ini, sambil menunjuk salah satu tempat terbuka.

Soeharto mengungkapkan bahwa secara spiritual dirinya memang penganut Kejawen, sejalan dengan ajaran Daryatmo yang menginspirasinya semasa muda.

Namun penggunaan kredensial Islamnya untuk mempertahankan kekuasaan justru menjadi bumerang bagi dirinya, dan bagi Indonesia.

*