Penulis
Intisari-Online.com -Masyarakat pada zaman Megalitikum telah mengenal tata cara penguburan yang baik.
Hasil kebudayaan Megalitikum yang memberi petunjuk pernyataan tersebut adalah sebagai berikut.
Megalitikum, secara etimologis, berasal dari kata mega yang artinya besar dan lithos yang artinya batu.
Jadi megalitikum bisa diartikel secara harafiah sebagai zaman batu besar.
Di zaman ini masyarakatnya menggunakan peralatan dari batu yang berukuran besar.
Pada periode ini, setiap bangunan yang didirikan oleh masyarakat sudah mempunyai fungi yang jelas.
Budaya megalitikum sendiri lebih mengarah pada sebuah pemujaan terhadap roh leluhur.
Peninggalan-peninggalan dari zaman megalitikum mempunyai bentuk beraneka ragam.
Begitu pula dengan ukurannya, ada yang pendek dan ada pula yang tingginya mencapai delapan meter.
Bangunan-bangunan megalitik pada dasarnya menggunakan bahan dasar batu.
Di Indonesia sendiri peninggalan zaman megalitikum dapat dijumpai di berbagai daerah.
Ia tersebar dari ujung Sumatera hingga Timor.
Baca Juga: Disebut Mirip Peninggalan Suku Inca, Ini Misteri Situs Gunung Padang yang Menggemparkan Dunia
Situs megalitik di beberapa wilayah Indonesia biasanya juga menunjukkan ciri khas tersendiri.
Inilah ciri-ciri peninggalan zaman megalitikum di Indonesia.
Kubur Batu
Kubur batu adalah wadah penguburan mayat yang terbuat dari batu.
Menhir
Biasa disebut sebagai batu tegak, menhir adalah batu alam yang telah dibentuk manusia untuk keperluan pemujaan atau untuk tanda penguburan.
Dolmen
Dolmen atau meja batu adalah peninggalan zaman megalitikum yang terdiri dari sebuah batu besar yang ditopang oleh batu-batu berukuran lebih kecil sebagai kakinya.
Sarkofagus
Sarkofagus adalah kubur batu yang terdiri dari wadah dan tutup yang umumnya terdapat tonjolan pada ujungnya.
Waruga
Waruga adalah kubur batu yang bentuknya seperti rumah dan biasanya ditemukan di daerah Minahasa.
Punden berundak
Benda peninggalam zaman megalithikum yang berbentuk anak tangga, berfungsi sebagai pemujaan arwah nenek moyang dan dianggap suci, dinamakan punden berundak.
Arca batu
Arca batu adalah pahatan berbentuk manusia atau binatang yang dipercaya sebagai wujud dari nenek moyang.
Ada yang bilang, tradisi megalitik berasal dari daerah Laut Tengah, sebagian lainnya percaya berasal dari Mesir.
Teori yang diakui adalah teori Von Heine Geldern, yang mengatakan bahwa tradisi megalitik berasal dari daerah Tiongkok Selatan dan disebarkan oleh bangsa Austronesia.
Berdasarkan bentuk peninggalannya, budaya megalitikum terbagi menjadi dua, yaitu:
Megalitik Tua,menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dan dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu).
Contoh bangunannya adalah menhir, punden berundak-undak, arca-arca statis.
Megalitik Muda, menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu).
Contoh bangunannya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga, sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Sedangkan berdasarkan masanya, tradisi megalitik dibedakan menjadi dua, yaitu:
- Tradisi megalitikum yang berasal dari masa prasejarah dan umumnya berupa monumen yang tidak dipakai lagi.
- Tradisi megalitikum yang masih berlanjut dan umumnya ditemukan di daerah Nias, Toraja, Sumba, Sabu, Flores, dan Timor.
Kepercayaan zaman megalitikum
Pada zaman megalitikum, masyarakat telah mengenal kepercayaan, meskipun masih dalam tingkat awal, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang.
Masyarakatnya percaya bahwa arwah nenek moyang yang telah meninggal masih terus hidup di dunia arwah.
Mereka juga meyakini bahwa kehidupannya sangat dipengaruhi oleh arwah nenek moyang.
Perlakuan baik terhadap arwah nenek moyang yang meninggal dipercaya akan menghindarkan dari ancaman, begitu pula sebaliknya.
Ciri-ciri zaman megalitikum
1. Masyarakatnya menggunakan dan meninggalkan kebudayaan yang terbuat dari batu besar
2. Berkembang dari zaman neolitikum hingga zaman perunggu
3. Masyarakatnya mengenal kepercayaan animisme
4. Masyarakatnya mengenal teknik bercocok tanam dan beternak Masyarakatnya menerapkan tradisi gotong royong
Begitulah, masyarakat pada zaman Megalitikum telah mengenal tata cara penguburan yang baik. Hasil kebudayaan Megalitikum yang memberi petunjuk pernyataan tersebut adalah seperti disebutkan di atas.
Baca Juga: Menengok Situs Megalitikum yang Terletak di Dasar Laut Mediterania, Usianya Sudah 9.000 Tahun Lho