Penulis
Intisari-Online.com -Proklamasi yang dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada 17 Agustus 1945 tak serta membuat rakyat Indonesia langsung menikmati kemerdekaan Indonesia.
Alih-alih merayakan kemerdekaan dengan tenang dan damai, rakyat Indonesia justru dihadapkan dengan beberapa pergolakan, baik melawan saudara sendiri atau bangsa lain.
Artikel ini akan jelaskan konflik-konflik dan pergolakan yang terjadi pada awal kemerdekaan Indonesia.
Setelah merdeka, setidaknya ada lima aliran politik besar di Indonesia.
- Komunisme oleh PKI
- Islam oleh NU dan Masyumi
- Sosialisme oleh PSI
- Tradisionalisme oleh PIR, kelompok kebatinan, dan pamongpraja
- Nasionalisme, representasi paling besar dari aliran ini adalah PNI.
Mengutip Kompas.com, selama mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa peristiwa pergoakan terjadi di dalam negeri.
Menurut buku The Decline of Constitunional Democracy in Indonesia (2006) karya Herbet Feith, aliran politik besar di Indonesia setelah kemerdekaan terbagi menjadi lima kelompok.
Di mana masing-masing kelompok membawa ideologinya sendiri.
Menurut buku Sejarah Indonesia Modern (2008) karya RIcklefs, beberapa peristiwa yang berkaitan dengan ideologi Indonesia sebagai berikut:
Pemberontakan DI TII
Pemberontakan yang dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo, dilatarbelakangi keinginan Kartosuwiryo sebagai pemimpin dalam negara buatannya bernama Negara Islam Indonesia (NII).
Menurut Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI (1984) oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pemberontakan ini meluas sampai di beberpa wilayah seperti Sulawesi Selatan.
Aceh, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Pemberontakan DI/TII, terutama yang ada di Jawa Barat, berakhir dengan ditangkapnya sang imam Darul Islam, Kartosuwiryo, di punggung Gunung Rakutak, Desa Sukarame, Kabupaten Bandung, pada 3 Juni 1962.
Setelah 13 tahun bergerilya, Kartosuwiryo bersama anaknya, Dodo Muhammad Darda, menyerahkan tanpa perlawanan kepada pasukan Batalion 328 Kujang yang dipimpin Letnan Dua Suhanda.
Penangkapan Kartosuwiryo pun menandai periode akhir pemberontakan DI/TII dan aksi para gorombolan di Jawa Barat.
Pemberontakan PKI Madiun
Pemberontakan PKI Madiun terjadi akibat kekecewaan pada hasil perundingan Renville.
Golongan kiri yakni PKI dan golongan sayap kiri seperti Front Demokrasi Rakyat menginginkan kembali kekuasaan di bawah pemerintahan Amir Syariffudin.
Hingga akhirnya Kolonel Nasution mengerahkan 22.000 prajurit Siliwangi pada Februari 1948.
Pemberontakan PKI Madiun baru berakhir setelah tiga bulan, dengan kekalahan di pihak PKI.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah sampai pada akhirnya berhasil menghentikan pemberontakan adalah dengan melakukan sebuah operasi militer yang disebut Gerakan Operasi Militer I (GOM I).
Persitiwa G30S
Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) dilatarbelakangi adanya isu Dewan Jenderal yang akan menggulingkan pemerintahan Sukarno.
Puncak dari G30S adalah dengan dibunuhnya tujuh dewan jenderal dan menuduh PKI bertanggung jawab atas peristiwa berdarah itu.
Peristiwa G30S berakhirsetelah Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD)--sekarang Kopassus--berhasil mengambil alih markas para pemimpin gerakan di sekitar Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI), Halim Perdanakusuma pada pagi hari tanggal 2 Oktober 1965.