Bentuk-bentuk Akulturasi antara Kesultanan Islam dengan Hindu dan Budha di Bidang Budaya/Sosial

Ade S

Penulis

Kalender Jawa. Jelajahi bentuk-bentuk akulturasi antara kesultanan Islam dengan Hindu dan Budha yang membentuk mozaik budaya/sosial Indonesia.

Intisari-Online.com -Indonesia, sebuah negara yang kaya akan sejarah dan tradisi, telah lama menjadi tempat pertemuan berbagai peradaban.

Di sini, warisan kesultanan Islam berpadu dengan filosofi Hindu dan Budha, menciptakan tapestri budaya yang mempesona.

Bentuk-bentuk akulturasi antara kesultanan Islam dengan Hindu dan Budha di bidang budaya/sosial telah menorehkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah nusantara.

Dari arsitektur hingga kesenian, setiap aspek kehidupan telah disentuh oleh tangan-tangan akulturasi ini.

Artikel ini akan membawa Anda menyelami kedalaman interaksi budaya yang telah membentuk identitas Indonesia modern.

Mari kita mulai perjalanan menelusuri jejak-jejak akulturasi yang telah merajut keindahan dalam keragaman.

Seni Bangunan

Arsitektur di Indonesia menunjukkan integrasi antara budaya lokal dan Islam, dengan masjid, makam, dan keraton sebagai contoh utama.

Masjid di berbagai wilayah menampilkan arsitektur yang berbeda, mencerminkan pengaruh budaya setempat.

Fungsi masjid pun berkembang, tidak hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai pusat kegiatan sosial, politik, dan pendidikan.

Baca Juga: Sejarah Berdirinya Kampung Ketandan, Berawal dari Aturan Belanda Ini

Makam dengan cungkup atau kijing merupakan pengaruh Hindu-Buddha, sementara keraton menggabungkan arsitektur lokal dengan elemen Islam.

Aksara dan Seni Sastra

Kedatangan Islam membawa penggunaan abjad Arab, yang disederhanakan oleh masyarakat lokal menjadi huruf Arab gundul.

Huruf ini pertama kali digunakan di Sumatera dan kemudian menyebar ke seluruh nusantara.

Sastra Indonesia juga diperkaya dengan karya-karya yang ditulis selama periode Islamisasi, termasuk hikayat, babad, dan suluk, yang mencampurkan fakta, mitos, dan ajaran tasawuf.

Kalender

Era Sultan Agung dari Kesultanan Mataram menyaksikan sintesis kalender Jawa dan Islam.

Sultan Agung mengadopsi dan menyesuaikan kalender Saka dengan tradisi Islam, mengganti nama bulan Muharam menjadi Sura dan Ramadha menjadi Pasa.

Kalender baru ini dimulai pada 1 Muharam 1043 H atau 1 Sura 1555 Jawa, yang bertepatan dengan 8 Agustus 1633.

Tradisi

Tradisi Indonesia telah terjalin erat dengan ajaran Islam, menciptakan ritual yang menggabungkan kedua unsur tersebut.

Baca Juga: Bukti Agama Hindu Berkembang Melalui Proses Akulturasi

Idul Fitri, misalnya, dirayakan dengan kunjungan ke keluarga dan tetangga, menunjukkan solidaritas dan persaudaraan.

Penghormatan kepada leluhur diwujudkan melalui tradisi ziarah, sementara masyarakat Jawa mempertahankan kegiatan selamatan, yang merupakan bentuk syukur dan doa bersama yang dilaksanakan pada momen-momen penting.

Kesenian

Dalam sejarah pengislaman di Indonesia, muncul berbagai bentuk kesenian yang unik dan khas. Salah satunya adalah wayang.

Wayang, warisan budaya Indonesia, mengalami transformasi ketika berinteraksi dengan Islam.

Perubahan pada proporsi fisik tokoh wayang, seperti tangan yang diperpanjang, menandai upaya untuk mematuhi larangan Islam terhadap penggambaran makhluk hidup.

Akhirnya, bentuk-bentuk akulturasi antara kesultanan Islam dengan Hindu dan Budha di bidang budaya/sosial merupakan cerminan dari Indonesia yang harmonis.

Keanekaragaman ini bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga fondasi yang kokoh untuk masa depan yang lebih inklusif dan berwarna.

Baca Juga: 3 Contoh Adopsi dan Akulturasi Kebudayaan Jalur Rempah yang Masih Bisa Ditemui di Masa Kini

Artikel Terkait