Penulis
Intisari-Online.com - Setiap bersepeda jarak jauh, saya berusaha merasakan makanan khas daerah yang saya lewati. Tak penting tidak enak di lidah, sepanjang itu tak bertentangan dengan beberapa kondisi seperti kepercayaan dan kesehatan, mengincipi makanan khas daerah di sela-sela istirahat saat mengayuh adalah sebuah kesempatan langka.
Nah, saat menggowes Wonosobo – Dieng, saya mencoba mi ongklok. Mi ini sudah diwanti-wanti oleh para sanak kadang untuk dijajal. Juga sate sapi. Selintas saya sudah pernah mencicipi mi ini. Cuma waktu itu hanya di warung biasa. Dengan sensasi yang biasa juga tentunya. Nah, ketika kembali dari Dieng, saat melintas di Jalan Pangeran Ranggalawe, saya dan teman-teman melintas di sebuah warung mi ongklok yang ramai. Kami berkesimpulan bahwa pasti mi ongkloknya enak. Sayangnya, karena belum pesan tiket bus maka kami ke terminal dulu.
Cukup lama mencari tiket kepulangan karena kami membawa sepeda. Setelah memastikan dapat tiket dan waktunya cukup kami naik angkot menuju warung mi tadi. Angkot di Wonosobo ternyata fleksibel. Layaknya taksi saja, asal penumpang terakhir jurusan itu sudah tidak ada. Nah, selanjutnya angkot akan mengantarkan ke tempat tujuan.
Begitulah, tiba di warung mi ongklok masih ramai juga. Warung yang dulunya rumah ini terbagi atas tiga ruangan tempat duduk. Ada yang menggunakan bangku panjang, ada yang menggunakan bangku bakso. Kami beruntung dapat tempat. Untuk menambah kapasitas tempat duduk, trotoar depan warung pun dipakai. Total ada sekitar 50 tempat duduk.
Mi Ongklok Bu Umi Longkrang, begitu nama warung itu, ternyata merupakan satu dari dua warung mi ongklok yang terkenal di Wonosobo. Mi ongklok, sesuai namanya, adalah masakan berbahan baku mi dicampur dengan kol, daun kucai, potongan tahu, dan tempe. Sausnya terbuat dari adonan ubiditambah tahu bacem yang dipotong-potong dan diberi kuah berwarna cokelat pekat. Kuah ini terbuat dari kaldu ayam yang ditambah dengan tepung aci, dengan bumbu ebi, bawang putih, gula merah.
Meski kuahnya menjadi “buthek” tapi seruputan pertama memberikan sensasi yang menggetarkan lidah. Antara manis dan gurih. Belum ketika mengenai ebinya. Rasanya khas. Jodoh mi ini adalah sate sapi yang kuahnya juga memberikan sensasi yang lain.
Untuk semua kenikmatan itu hanya perlu merogoh uang Rp20.000 (Oktober 2012). Perinciannya mi Rp5.000 dan sisanya buat sate. Jangan lantas ngedumel, “Ini jualan mi atau sate” karena itu sudah sepaket.
O ya, dari beberapa obrolan, ada mi ongklok yang enak lainnya. YakniMi Ongklok Pak Muhadi di Jalan Ahmad Yani.
Eh, ketinggalan, ongklok itu artinya kira-kira "campuran". Semua bahan dicampur menjadi mi. Jadi, ya sebenarnya sama dengan mi campur medan. Dari segi nama lo.