Penulis
Intisari-Online.com - Semarang, kota di Pantai Utara Jawa, sering identik dengan lumpia. Tahukah Anda, ternyata penganan yang berbahan dasar rebung ini menyimpan kisah cinta seorang pemuda asal Fujian, Cina, bernama Tjoa Thay Yoe, dengan seorang wanita pribumi, Mbok Wasih, pada pertengahan abad ke-19?
Ketika itu Thay Yoe yang baru datang dari Tiongkok membuat dan menjual sebuah makanan khas dari kota kelahirannya di sebuah pasar di Semarang. Di pasar itu pula, Mbok Wasih membuat dan menjual penganan serupa. Hanya saja, isi penganan Mbok Wasih udang dan kentang, sedangkan penganan Thay Yoe berisi babi dan rebung. Karena barang dagangan mereka hampir sama dan tempat berjualannya berdekatan, mereka mulai saling lirik sampai akhirnya saling jatuh cinta.
Perpaduan cinta keduanya selain dilanjutkan ke pelaminan juga menghasilkan penganan yang sampai sekarang dikenal sebagai lumpia semarang. Yakni penganan berisi rebung, udang dan juhi yang dibungkus dengan kulit putih tipis diberi nama lumpia.
Di kemudian hari, ketika lumpia mereka semakin banyak disukai, pasangan suami istri ini membuka warung di Jalan Mataram. Sampai-sampai lumpia buatan mereka kerap disebut lumpia mataram.
Meski ditiru oleh banyak orang lain, lumpia malah menjadi penganan khas Semarang. Setelah lebih dari satu abad, usaha keluarga Thay Yoe dan Mbok Wasih ini masih berlanjut. Generasi keempat, yakni Siem Siok Lien membuka usaha lumpianya di Gang Lombok dan Mbak Lien di Jalan Pandanaran dan Jalan Pemuda.
Di sana tersaji lumpia basah dan lumpia goreng. Bila Anda memesan lumpia, maka yang tersaji lumpia berikut acar mentimun, cabai rawit serta saus kental berwarna kecokelatan yang merupakan kekhasan lumpia semarang. Untuk 1 potong lumpia Anda hanya perlu membayar Rp4.000 saja. Mmm, benar-benar lezat dan khas rebungnya yang konon berasal dari bambu ampel atau bambu petung.
Info:
Lumpia MataramJalan Mataram No. 695, SemarangTelp. 024-70146113