Find Us On Social Media :

Mendobrak Dominasi Bika dan Bolu ala Bintang

By Agus Surono, Sabtu, 26 Oktober 2013 | 08:00 WIB

Mendobrak Dominasi Bika dan Bolu ala Bintang

Intisari-Online.com - Salah satu strategi memenangkan persaingan adalah dengan menciptakan produk yang “berbeda tapi sama”. Seperti yang dilakukan Bintang dengan bika ubinya. Sama-sama bika tapi bahan bakunya berbeda.

Pasar ternyata menanggapi kreativitas Bintang tadi dengan positif. Setidaknya dalam satu hari Bintang menyediakan dua ratusan kilo singkong sebagai bahan dasar membuat bika ubi.

Ayong, pemilik Oleh-oleh Bintang memulainya tahun 2005. Inspriasi itu diperoleh dari sang mertua yang tinggal di Kota Sabang, Aceh. “Kalau kami ke sana, ibu sering membuat kue bika ubi,” kenangnya. Semua anak-anaknya pun suka. Walhasil, karena suami suka, Ayong pun ikut mempelajari cara pembuatannya untuk memanjakan selera keluarga.

Di tengah masyarakat tertentu di wilayah Aceh, bika ubi adalah jenis penganan yang sudah ada sejak dulu. “Jadi, sebenarnya bika ubi ini makanan khas kampung,” terang Ayong. Hanya sayangnya, penganan ini mulai banyak ditinggalkan masyarakat.

Ketika membuat kue, wanita ramah ini juga sering membagi-bagikan ke teman terdekat. “Eh ternyata banyak yang suka, malah ada teman yang pesan, minta dibuatkan,” kilahnya. Dari kenyataan bahwa kue bika ubi yang sering dibagi-bagi gratis itu ternyata memperoleh sambutan positif, Ayong pun melihat peluang bisnis yang pantas untuk digarap. 

Jenis singkong mentega dan pulut 

Agar bika ubinya lebih enak, Ayong menggunakan jenis singkong mentega dan pulut. “Ubi yang jenis ini lebih enak, lebih lemak,” tuturnya. Selanjutnya ubi diparut, kemudian dicampur bahan-bahan lain seperti gula, mentega, santan. Barulah dimasak dengan proses pemanggangan.

Dengan keterampilan mengolah yang diperlajari dari mertuanya tadi, bika ubi bikinan Ayong terasa enak dan rasa yang modern. Menurut Ayong, rahasia pembuatan kue salah satunya terletak pada saat pemberian gula ataupun santan.

“Jangan membuat kue yang terlalu manis, selain ditakuti oleh pengidap diabetes, manis itu bikin cepat eneg. Selanjutnya, santan pun harus pas, tidak usah terlalu lemak,” paparnya. Penggunaan santan yang berlebihan pada kue juga memberi rasa cepat puas saat menikmatinya. Apalagi pangsa pasar di tengah masyarakat modern seperti saat ini yang semakin sadar kesehatan. Gula dan santan yang berlebihan sudah dianggap sebagai ancaman.

Di tangan Ayong, bika ubi diolah dengan resep yang lebih modern. Hingga kini, bika ubi tidak hanya dinikmati oleh warga Medan, tapi juga kerap menjadi oleh-oleh mereka yang berkunjung ke Medan. Tak hanya melanglang ke berbagai daerah di Indonesia, namun sampai ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Jepang, bahkan Amerika Serikat. “Kalau kue saya ini sudah kemana-mana. Tuannya saja yang di sini-sini saja,” ujarnya sambil tersenyum.

Selain bika ubi, jenis kue kedua yang paling banyak dicari di tempat ini adalah bolu gulung. Selain rasanya, yang membuat istimewa adalah adanya kemasan kecil yang membuat kue ini gampang dijadikan oleh-oleh. Selain tentu saja harganya jadi lebih terjangkau.

Kemasan kecil per kotaknya dijual Rp 22.000,- sementara yang paling besar Rp 44.000,-. Bolu gulung yang dianggap enak adalah bolu gulung yang mengembang, tapi empuk di dalam.