Penulis
Intisari-Online.com - Dari namanya sudah bisa ditebak. Tentu bukan memasak mercon dengan cara dioseng. Oseng-oseng mercon hanyalah nama kiasan untuk menggambarkan bahwa rasa yang dihasilkan dari olahan ini akan "meledak" di mulut seperti mercon yang sumbunya disulut api. Meledak di sini artinya sensasi pedas.
Bahan dasar masakan ini adalah tetelan dan koyoran (potongan kecil daging sapi) yang dicampur dengan cabai rawit dan bumbu-bumbu lainnya. Dilihat dari bentuknya, tak ada yang menarik dari hidangan ini. Terlihat sangat berminyak, ditambah kepungan irisan cabai rawit yang bijinya menempel di koyoran. Sedikit mengerikan. Bila didiamkan sebentar saja oseng-oseng ini akan membeku, kaku. Bukti kandungan lemak yang begitu banyak. Maka makanlah dengan cepat.
Sebagai teman oseng-oseng ini adalah nasi putih panas. Ini akan membantu memperlambat proses pembekuan lemak. Namun, bagaimana bisa tahan dengan ledakan mercon kalau makannya lambat-lambat?
Jika tak tahan dengan rasa pedas, ada menu lain seperti ayam, burung puyuh, dan lele. Namun kalau sudah sampai di sini tidak mencoba, rasanya sayang 'kan?
Menurut Bu Narti, seperti dikutip yogyes.com sang empunya warung ini, nama oseng-oseng mercon adalah pemberian dari budayawan Cak Nun. Konon, beliau sering makan di sini bersama istrinya atau teman-teman seniman. Saking luar biasa pedas, nama-nama selain mercon juga disematkan untuk oseng-oseng ini, misalnya bledeg dan halilintar.
Bila ingin merasakan sambaran halilintar datanglah di akhir pekan karena khusus di malam minggu, Bu Narti akan melipat gandakan komposisi cabainya. Bila di hari biasa untuk 50 kg koyoran dicampur dengan 6 kg cabai, maka di akhir pekan Bu Narti akan menambah jumlah cabai. Seberapa banyak? Beliau merahasiakannya. Yang pasti jauh lebih pedas.
Nah, meskipun tidak sedang hujan, bersiap-siaplah tersambar halilintar kiriman Bu Narti.
Oseng-oseng Mercon Bu NartiJln. KH Ahmad Dahlan (sekitar 200 m arah barat dari Kantor Pos Besar)Jam buka: 18.00 - 22.00