Cerita Dari Segelas Bandrek

Agus Surono

Penulis

Cerita Dari Segelas Bandrek

Intisari-Online.com- Yang pernah ke Bandung atau tinggal cukup lama di kota kembang ini pasti kenal dengan minuman khasnya: bajigur dan bandrek. Ini dua minuman yang berbeda dan banyak yang tertukar pengertiannya. Bandrek adalah minuman panas dari jahe dan gula merah diisi serutan kelapa. Kadang ada kolang-kaling. Bisa juga ditambah santan atau susu kental manis.

Sedangkan bajigur juga minuman panas dari santan dengan sedikit rasa jahe dan dimaniskan dengan gula merah. Kadang-kadang dicampur dengan sedikit kopi. Tapi, bajigur tidak diisi serutan kelapa atau kolang-kaling.

Ternyata, bandrek pernah menjadi minuman bergengsi pada masanya. Pada setiap seruput bandrek yang kita teguk, terkandung begitu banyak nilai sejarah layaknya hikayat merantau yang terdapat pada setiap suap nasi padang yang bisa kita temui diseluruh Indonesia.

Bandrek begitu prestise bukan hanya karena kehangatan yang ditimbulkannya. Bukan juga karena rasanya yang nikmat di lidah. Lebih karena apa yang terkandung di dalamnya. Minuman ini terbuat dari berbagai campuran rempah-rempah seperti cengkeh, pala, gula aren, dan lada hitam.

Sejarawan Fadly Rahman mengatakan dulu orang-orang Eropa sering melakukan barter berupa senjata, perhiasan, dengan pala atau rempah-rempah lainnya karena komoditas rempah-rempah saat itu sangat langka di Eropa. "Mereka begitu memburu rempah-rempah dan rela menukarkannya dengan barang-barang berharga milik mereka," kata Fadly.

Sayangnya, popularitas rempah-rempah ternyata tidak bertahan selamanya. “Pada abad 19-20, perlahan-lahan bahkan sampai sekarang pamor rempah-rempah sudah turun karena perhatian terhadapnya telah digantikan oleh komoditas kopi, teh, dan gula. Kita lihat saja sekarang kopi Indonesia lebih terkenal dibandingkan rempah-rempah Indonesia," ujar Fadly yang juga merupakan dosen di Jurusan Ilmu Sejarah, Universitas Padjadjaran.

Seperti rempah-rempah, seiring berjalannya waktu prospek bandrek juga semakin menurun. Kebanggaan masyarakat terhadap bandrek pun berkurang. Hanya orang-orang tertentu saja yang masih mau mencoba.

Penurunan popularitas bandrek tidak menjadi penghalang bagi sebagian orang untuk berinovasi menjadikan bandrek sebagai minuman yang lebih menarik. Salah satunya adalah bandrek durian, hasil eksperimen Tutang Kusniadi. “Awalnya iseng, setelah dicoba ke saudara, tetangga, bilang enak, ya udah dijual," ujar Tutang.

Pada 9 November 2009, Tutang yang awalnya berjualan es kelapa dan kelapa bakar merambah ke bandrek durian. Tak hanya bandrek, bajigur dan kelapa pun dicampurkan dengan durian. Nama Bajigur Asoy pun dipajang di depan warungnya.

Tutang berpendapat, selama rasa dan manfaat dari minuman tersebut masyarakat suka pasti laku. Terlebih kalau masyarakat sadar manfaat dari bandrek tersebut. Menurutnya, meski hanya setitik, nilai tradisi kita sangat bermanfaat sekali. Dari komposisinya saja, fungsi farmasi dari bandrek banyak sekali, di antaranya bisa meredakan masuk angin, mengurangi rasa mual, dan mengurangi sakit tenggorokan.

Tak perlu waktu lama, usaha Tutang menuai hasil. Bandrek durian yang dijual Tutang kemudian langsung terkenal. Orang-orang pun berdatangan karena penasaran dengan minuman olahan Tutang. Ini menjadi bukti bahwa minuman tradisional yang tadinya dilupakan, jika diberi bumbu inovasi, ternyata lebih mampu menarik perhatian masyarakat.

“Konsumen biasanya datang dari penduduk lokal, luar kota, bahkan sempat dari orang luar negeri. Mereka melihat liputan di televisi, penasaran kemudian datang sini. Rata-rata di sini menghabiskan 75-100 porsi," ujar Tutang.

Salah satu pembeli bandrek durian, Hari Harmaen mengatakan bahwa bandrek atau bajigur yang dicampur duren membuat rasanya berbeda. “Seperti namanya asoy, minuman di sini dicampur duren, bajigur atau bandreknya jadi asoy," ujar Hari.(M Yusuf Zain/Nicky Aulia Widadio/Kompas.com)

Bajigur Durian AsoyJln. Terusan Kopo Km 10,5-11.5 Ketapang Cilampeni , Soreang