Find Us On Social Media :

Ini Dampak Perang Saudara Antara Khalifah Ali Bin Abi Thalib Dengan Muawiyah Bin Abi Sufyan Bagi Umat Islam

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 28 Januari 2024 | 13:17 WIB

Ini Dampak Perang Saudara Antara Khalifah Ali Bin Abi Thalib Dengan Muawiyah Bin Abi Sufyan Bagi Umat Islam

Intisari-Online.com - Sejarah mencatat, terjadi beberapa konflik internal di kalangan umat Islam yang ternyata punya dampak yang begitu buruk.

Salah satunya adalah Perang Saudara Islam pertama, antara Ali Bin Abi Thalib dan Muawiyah.

Ini Dampak Perang Saudara Antara Khalifah Ali Bin Abi Thalib Dengan Muawiyah Bin Abi Sufyan Bagi Umat Islam

Terjadinya perang saudara antara khalifah Ali Bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan berakibat pada kondisi umat Islam yaitu munculnya perpecahan lahirnya gerakan Khawarij.

Bagaimana penjelasannya?

Perang Saudara Islam Pertama biasa disebut sebagai Fitnah Pertama.

Ini adalah perang saudara dalam skala besar pertama yang terjadi pada masa kekhalifahan Islam.

Pertempuran yang juga sering disebut sebagai Fitnah Pembunuhan Utsman ini berlangsung antara 656-661 Masehi.

Perang ini terjadi sepanjang periode pemerintahan Ali bin Abi Talib, khalifah keempat Khulafaur Rasyidin.

Perang Saudara Islam Pertama meletus sebagai akibat pembunuhan Utsman dan perbedaan pendapat tentang siapa yang berhak menjadi khalifah.

Dalam perang ini, Ali bin Abi Thalib beradu senjata melawan Muawiyah I, gubernur Suriah yang juga sepupu Utsman.

Pada 650-an, khalifah ketiga Khulafaur Rasyidin, Utsman bin Affan, menghadapi tuduhan nepotisme, penistaan, dan perlakuan tidak menyenangkan terhadap sejumlah masyarakat.

Situasi menjadi lebih buruk saat Utsman memecat Amr bin Ash, gubernur Mesir, atas tuduhan korupsi.

Amr kemudian meminta bantuan Aisyah, istri Nabi Muhammad, untuk membantu membujuk Utsman agar mengembalikan jabatannya.

Karena Utsman menolak, Amr terpaksa mengobarkan perlawanan.

Dalam pertempuran itu, Utsman tewas dibunuh para pemberontak di rumahnya.

Muawiyah I, gubernur Suriah yang juga sepupu Utsman, tidak terima dengan perlakuan para pemberontak.

Takut dengan ancaman yang datang dari Muawiyah I, penduduk Madinah kemudian mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti Utsman.

Bagi Muslim Syiah, Ali adalah satu-satunya pewaris sah Nabi Muhammad yang berhak menjadi khalifah.

Namun, keputusan Ali memecat para pejabat yang dipilih Utsman segera mendatangkan musuh kepadanya.

Situasi semakin genting ketika Ali gagal memenuhi tuntutan Muawiyah I, Aisyah, dan penduduk Madinah untuk memberi keadilan bagi Utsman.

Hal inilah yang mendasari terjadinya perang saudara di antara kaum Muslimin pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib.

Pada awalnya, Ali bin Abi Thalib memilih jalur diplomasi dan bertemu dengan para pihak yang berselisih di Basra, Irak.

Namun karena kesepakatan gagal dicapai, peperangan pun tidak dapat dielakkan.

Pertempuran berlangsung pada 8 Desember 656 M dari siang hingga malam hari.

Peperangan yang dimenangkan oleh Ali bin Abi Thalib ini kemudian dikenal sebagai Perang Jamal atau Perang Unta.

Pasalnya, ketika perang berkecamuk, Aisyah menunggangi seekor unta.

Aisyah kemudian dikirim ke Madinah tanpa dilukai sedikit pun.

Setelah Perang Jamal berakhir, Ali bin Abi Thalib memindahkan ibu kotanya ke Kufah di Irak.

Setelah kalah dalam Perang Jamal, koalisi di pihak oposisi terpecah.

Akan tetapi, Muawiyah I belum mau menyerah dan menggunakan insiden kematian Utsman untuk mendapatkan banyak pengikut.

Pada 657 M, Ali bin Abi Thalib menuju Suriah untuk menghadapi Muawiyah I, di mana kedua pihak kemudian bertempur di Shiffin.

Setelah terlibat perang selama berhari-hari, pihak Muawiyah menyarankan untuk melakukan arbitrasi.

Pihak Khulafaur Rasyidin mengirim Abu Musa al-Asy'ari sebagai perwakilan.

Sementara Amr mewakili pihak Muawiyah I.

Hasilnya, pembunuhan Utsman dinyatakan tidak adil dan Amr menipu Musa untuk mendepak Ali bin Abi Thalib dari kekhalifahan.

Banyak dari pihak Ali bin Abi Thalib yang kecewa dan berselisih karena merasa upaya mereka selama ini sia-sia.

Akhirnya, muncul kelompok baru yang radikal dan dikenal sebagai Khawarij.

Kelompok ini memusuhi Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah I.

Meski tetap memusuhi Ali bin Abi Thalib, Muawiyah I, yang mendirikan Dinasti Umayyah, lebih berfokus untuk melakukan ekspansi.

Sedangkan pihak Khawarij memerangi pasukan Khulafaur Rasyidin dalam Pertempuran Nahrawan pada 659 M.

Setelah itu, kelompok Khawarij memilih menggunakan taktik bawah tanah untuk memperjuangkan apa yang mereka yakini.

Karena tidak mampu menyingkirkan Ali bin Abi Thalib di medan perang, Khawarij mengirim pembunuh bayaran untuk menghabisi sepupu Nabi Muhammad itu.

Sebenarnya, Muawiyah I dan Amr juga menjadi sasaran, tetapi hanya Ali yang berhasil dibunuh ketika salat Subuh

Setelah kematian Ali bin Abi Talib, kekuasaan kekhalifahan diberikan kepada putra tertuanya, Hasan bin Ali.

Namun, Hasan hanya memerintah selama beberapa bulan dan memilih melakukan perjanjian perdamaian dengan Muawiyah I pada 661 M.

Setelah itu, kekhalifahan diserahkan kepada Muawiyah I, sekaligus menandai dimulainya masa kekuasaan Bani Umayyah.

Itu artikel tentang Dampak Perang Saudara Antara Khalifah Ali Bin Abi Thalib Dengan Muawiyah Bin Abi Sufyan Bagi Umat Islam