Find Us On Social Media :

Tahu Campur Pak Joko, Asli Lamongan

By Agus Surono, Kamis, 17 Juli 2014 | 10:00 WIB

Tahu Campur Pak Joko, Asli Lamongan

Intisari-Online.com - Banyak yang menyangka tahu campur berasal dari Surabaya, padahal sebetulnya dari Lamongan, Jawa Timur. Salah sangka itu terjadi, karena masakan ini sering dijual dengan nama tahu campur surabaya.Tapi asal-usul tidak penting, mau Lamongan atau Surabaya, yang lebih penting tentu saja kelezatannya. Begitu pula soal tempat. Mau kelas rumah makan atau warung kaki lima, yang penting tetap rasanya.

Bicara soal rasa, kita tidak boleh melupakan Warung Tahu Campur Pak Joko. Meski hanya kelas warung tenda, rasa tahu campur di tempat ini boleh diadu dengan tahu campur di tempat lain. Warung ini tidak punya alamat tetap. Biasanya menumpang di halaman depan perkantoran. Sejak buka tahun 1994, telah beberapa kali pindah tempat. Lokasi terakhir tepat di trotoar jalan Arteri Pondok Indah.

Tempatnya terbilang kecil. Hanya muat untuk sekitar 15 orang pembeli. Meski begitu, pelanggannya bejibun. Paling banyak karyawan yang sedang pulang kerja. Sampai pukul 21.00, warung biasanya selalu penuh. Kadang sebagian pembeli sampai harus antre, menunggu kursi kosong.

Sejak buka 12 tahun lalu, warung ini masih mempertahankan gaya tradisionalnya menggunakan gerobak pikul. Cita rasa tahu campurnya bakal semakin nikmat jika kita duduk persis di depan gerobak pikulnya, sambil melihat Bu Joko mengoleskan petis di atas piring.

Resep masakan ini sederhana. Bahannya tahu goreng, lontong, taoge, mi kuning, daun selada, perkedel singkong, kerupuk, dan daging tetelan sapi. Tetelan adalah campuran antara daging, kikil, tulang muda, dan gajih. Bumbu utamanya petis tahu campur. Petis ini berbeda dengan petis rujak cingur atau petis kupang lontong, meskipun bahannya sama-sama dari ekstrak udang.

Setelah semua siap, tahu yang sudah bercampur dengan kawan-kawannya itu disiram dengan kuah hangat kaldu tetelan yang dipanaskan di atas bara arang. Bersama petis, kaldu tetelan juga ikut menentukan lezat tidaknya tahu campur.

"Bumbunya sama dengan bumbu soto biasa. Isinya bawang merah, bawang putih, laos, jahe, kunyit, garam," beber Sutrisno, pengelola warung, anak Pak Joko yang aseli Lamongan.

Setelah disiram kaldu tetelan, tahu campur siap dihidangkan. Tetelan, tahu, dan kawan-kawan disantap duluan, sementara kuahnya diseruput pelan-pelan. Di Warung Tahu Campur Pak Joko ini porsi tahu campur terhitung kecil. Hanya cukup untuk dipakai sebagai rekreasi lidah. Tidak cukup mengenyangkan untuk dijadikan menu pengganti makan malam.

Itu sebabnya sebagian besar pembeli biasanya bilang, "Lagi, dong!" sambil menyodorkan piringnya yang telah kosong. Kalau hanya makan sepiring, air liur dan enzim pencernaan kita masih terus berproduksi. Setelah menyantap dua piring, kita baru bisa pulang dengan rasa puas.

"Memang sengaja dibikin kayak gitu, biar nambah lagi," seloroh Sutrisno sambil ketawa ngakak.

Rasa gurihnya tidak terlalu kuat. Tidak seperti rasa gurih yang biasanya dihasilkan karena kadar vetsin yang banyak, Porsi dua piring tidak akan membuat lidah kelengar. Sebab, rasa gurih itu gabungan rasa gurihnya kaldu dan gurihnya petis. Kata Sutrisno, petis memang unsur paling menentukan enak tidaknya tahu campur. Kalau petisnya tidak enak, tahu campurnya pun bakal tidak enak.

Untuk menjaga rasa, selama ini Sutrisno selalu menggunakan petis yang ia beli dafi Surabaya. Pernah ia memakai petis yang dibeli di Jakarta, tapi para pembeli prates karena rasanya berubah. Dalam sebulan, Sutrisno mengaku biasanya menghabiskan petis 1,5 kuintal. Terang saja ia menghabiskan petis sebanyak itu, karena dalam sehari ia biasanya bisa menjual sekitar 400 porsi. Jumlah itu setara dengan tetelan 20 kg.