Penulis
Intisari-online.com - Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Yogyakarta tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada beberapa alasan yang mendasari keputusan ini.
Pertama, situasi keamanan di Jakarta semakin memburuk akibat serangan-serangan yang dilancarkan oleh tentara NICA Belanda.
Tentara NICA Belanda adalah tentara yang dibentuk oleh Belanda untuk menggantikan tentara Jepang yang telah menyerah kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945.
Tentara NICA Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945.
Mereka berusaha untuk mengembalikan kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia.
Tentara NICA Belanda mulai mendarat di Tanjung Priok Jakarta pada 16 September 1945, bersama dengan tentara Sekutu yang dipimpin oleh Inggris.
Tentara Sekutu sebenarnya bertugas untuk melucuti dan memulangkan tentara Jepang serta membebaskan para tawanan perang.
Namun, tentara Sekutu juga tidak bersikap netral terhadap pemerintah Republik Indonesia.
Mereka sering kali berkonflik dengan rakyat Indonesia yang berjuang mempertahankan kemerdekaan. Mereka juga tidak mampu mengendalikan aksi-aksi tentara NICA Belanda yang semakin brutal.
Akibatnya, Jakarta menjadi kota yang penuh dengan kekacauan dan ketidakpastian. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta sering kali mendapat ancaman dan teror dari pihak-pihak yang tidak menginginkan kemerdekaan Indonesia.
Beberapa kementerian dan lembaga pemerintahan juga mengalami gangguan dan kesulitan dalam menjalankan tugasnya.
Baca Juga: Serangan Umum 1 Maret 1949, Kisah Heroik TNI Membalas Agresi Belanda di Yogyakarta
Bahkan, beberapa pejabat dan menteri tidak mengetahui rencana-rencana pemerintah karena komunikasi yang terputus.
Kedua, pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Yogyakarta juga merupakan bentuk protes dingin pemerintah Republik Indonesia kepada Sekutu.
Pemerintah Republik Indonesia merasa kecewa dengan sikap Sekutu yang tidak menghormati kemerdekaan Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia juga merasa tidak aman berada di bawah pengawasan Sekutu.
Oleh karena itu, pemerintah Republik Indonesia memutuskan untuk meninggalkan Jakarta dan mencari tempat yang lebih aman dan lebih mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ketiga, pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Yogyakarta juga didasari oleh pertimbangan strategis. Yogyakarta dipilih sebagai ibu kota negara karena memiliki beberapa keunggulan.
Pertama, Yogyakarta merupakan salah satu wilayah yang secara de facto dan de yure menjadi bagian dari Republik Indonesia.
Hal ini berkat kesediaan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Pakualam VIII untuk bergabung dengan Republik Indonesia.
Kedua, Yogyakarta memiliki posisi geografis yang strategis. Yogyakarta berada di tengah Pulau Jawa, yang merupakan pusat pergerakan dan perjuangan rakyat Indonesia.
Yogyakarta juga memiliki akses yang mudah ke berbagai daerah di Jawa dan luar Jawa. Ketiga, Yogyakarta memiliki sumber daya manusia yang berkualitas.
Yogyakarta merupakan kota pendidikan dan budaya yang memiliki banyak tokoh-tokoh intelektual, seniman, dan pejuang.
Yogyakarta juga memiliki tentara yang tangguh, yaitu Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin oleh Jenderal Soedirman.
Baca Juga: Operasi Gagak, Serangan Belanda yang Mengguncang Yogyakarta pada 19 Desember 1948
Proses Pemindahan Ibu Kota
Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Yogyakarta dilakukan secara rahasia dan cepat. Tidak ada sidang khusus yang membahas hal ini.
Hanya beberapa pejabat dan menteri yang mengetahui rencana ini. Pada 3 Januari 1946, pemerintah mengadakan sidang kabinet yang memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara ke Yogyakarta.
Sidang kabinet ini juga menetapkan beberapa kementerian yang akan tetap berada di Jakarta, yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Keamanan Rakyat, dan Kementerian Penerangan.
Pada 4 Januari 1946, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta berangkat dari Jakarta menuju Yogyakarta dengan menggunakan kereta api.
Mereka ditemani oleh beberapa menteri dan pejabat lainnya. Mereka berangkat pada pukul 08.00 pagi dari Stasiun Gambir Jakarta.
Mereka tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta pada pukul 22.00 malam. Di sana, mereka disambut oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sri Pakualam VIII, Panglima TKR Jenderal Soedirman, dan pejabat tinggi negara lainnya.
Mereka kemudian diantar ke Istana Kepatihan Yogyakarta, yang menjadi tempat tinggal dan kantor Presiden Soekarno.
Dengan demikian, pada 4 Januari 1946, ibu kota negara Indonesia resmi dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta.
Pemindahan ini diumumkan kepada rakyat Indonesia melalui siaran radio pada 5 Januari 1946.
Pemindahan ini juga disampaikan kepada Sekutu dan dunia internasional melalui surat-surat diplomatik.
Pemindahan ini menandai awal dari periode Yogyakarta sebagai ibu kota negara Indonesia.
Periode ini berlangsung selama tiga tahun, yaitu dari 1946 hingga 1949.