Find Us On Social Media :

Menelusuri Jejak Rencana Ibukota Baru Di Weltevreden

By Tjahjo Widyasmoro, Selasa, 26 Desember 2023 | 21:07 WIB

Peserta Plesiran Tempo Doeloe dari Sahabat Museum tengah berpose di SMA Negeri 1 Budi Utomo Jakarta Pusat. Sekolah peninggalan Belanda ini sudah berdiri sejak 1901.

Intisari-Online.com - Sama seperti kita hari ini, orang-orang Belanda di Batavia pada zaman kolonial juga butuh suasana yang segar dan sejuk agar bisa lepas dari kepenatan sehari-hari. Mereka butuh tempat untuk tetirah di akhir pekan.

Di situlah orang-orang Belanda mereka mulai membuka lahan-lahan di luar kota yang masih hijau dan asri. Salah satunya di kawasan yang membentang dari daerah yang sekarang menjadi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) hingga ke Jalan Medan Merdeka Selatan, di Jakarta Pusat.

Tahun demi tahun, kawasan ini kemudian terus berkembang bahkan menjadi pusat pemerintahan atas perintah Gubernur Jenderal H.W. Daendels, pada awal abad ke-19.

Bagaimana perjalanan berkembangnya kawasan ini dari tahun ke tahun?

Agar paham akan situasi dan kondisi saat itu, Sahabat Museum dan Majalah Intisari mengadakan acara Plesiran Tempo Doeloe (PTD) pada Minggu (17/12).

PTD yang mengeksplorasi sekitar wilayah Lapangan Banteng ini atau hanya sebagian kecil saja dari Weltevreden, diikuti sekitar 50 peserta.

Seperti biasa, acara PTD diawali dengan memberi latar belakang sejarah tentang kawasan yang sesungguhnya sudah dibuka pada pertengahan abad ke-17 saat pemerintah VOC memberikan sebidang tanah kepada Anthonij Paviljoun.

Paviljoun akhirnya membangun beberapa rumah peristirahatan di lahan yang sangat luas itu. Ia juga membangun pertanian dan peternakan.

Setelah Paviljoun, lahan ini dibeli oleh Cornelis Chastelein, salah satu anggota Dewan yang kemudian membuat usaha perkebunan, antara lain tebu dan kopi. Bahkan di tepi Sungai Ciliwung pernah didirikan pabrik gula.

Sejak era Chastelein inilah area luas ini mulai dikenal sebagai Weltevreden, artinya “sangat memuaskan”.

Dari tahun ke tahun, Weltevreden terus berkembang sesuai dengan rencana pemilik-pemiliknya.

Misalnya pada awal abad ke-18 saat ada sebagian lahan yang dimiliki oleh Yustinus Vinck, ia membangun dua pasar yaitu Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen.

“Vinck juga membangun jalan yang menghubungkan dua kawasan itu yang sekarang menjadi Jalan antara kawasan Prapatan Tugu Tani dan Kebon Sirih,” terang Nadia Purwestri dari Pusat Dokumentasi Arsitektur yang menjadi salah satu narasumber di PTD kali ini.