KPU Bantah Data 204 Juta Pemilih Bocor, Ini Kata Pakar Digital Forensik

Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi - Menjelang Pemilu 2024.

Intisari-online.com -Komisi Pemilihan Umum (KPU) membantah adanya kebocoran data pemilih tetap (DPT) yang diduga berasal dari situs resmi kpu.go.id.

Seorang peretas dengan nama anonim "Jimbo" mengklaim telah berhasil mendapatkan sekitar 204 juta data pemilih dari situs penyelenggara pemilu itu dan menjualnya di forum gelap BreachForums.

Menurut Komisioner KPU RI, Ilham Saputra, data yang diduga bocor tersebut bukanlah data DPT, melainkan data pemilih sementara yang masih dalam proses verifikasi.

Ia juga menegaskan bahwa data tersebut tidak bersifat rahasia dan dapat diakses oleh publik melalui situs cekdptonline.kpu.go.id.

"Data yang diduga bocor itu bukan data DPT, tapi data pemilih sementara yang masih dalam proses verifikasi. Data itu juga bukan data rahasia, tapi data terbuka yang bisa diakses oleh siapa saja," kata Ilham dalam konferensi pers virtual, Kamis (30/11/2023).

Ilham juga mengatakan bahwa KPU telah melakukan pengecekan terhadap sistem keamanan situs kpu.go.id dan tidak menemukan adanya indikasi peretasan.

Ia juga meminta masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan klaim peretas tanpa bukti yang kuat.

"Kami sudah cek sistem keamanan situs kpu.go.id dan tidak ada indikasi peretasan. Kami juga minta masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan klaim peretas tanpa bukti yang kuat. Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mengusut kasus ini," ujar Ilham.

Namun, pakar keamanan siber dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, menilai bahwa klaim peretas tersebut tidak bisa dianggap enteng.

Ia mengatakan bahwa data pemilih yang diduga bocor tersebut mengandung data pribadi yang cukup penting dan sensitif, seperti nomor induk kependudukan (NIK), nomor kartu keluarga (KK), dan nomor KTP.

"Data pemilih yang diduga bocor itu mengandung data pribadi yang cukup penting dan sensitif, seperti NIK, KK, dan KTP.

Baca Juga: Terungkap, Ini 11 Profil Panelis Untuk Debat Capres-cawapres Pertama 12 Desember 2023

Data itu bisa dimanfaatkan oleh orang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindak kejahatan, seperti penipuan, identitas palsu, atau bahkan terorisme," kata Pratama dalam keterangan tertulis, Jumat (1/12/2023).

Pratama juga memandang perlu adanya audit dan forensik terhadap sistem keamanan serta server KPU untuk memastikan titik serangan yang dimanfaatkan peretas untuk mendapatkan data tersebut.

Ia juga mengingatkan bahwa KPU sebagai pengelola data pribadi wajib menjamin keamanan data tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.

"Perlu adanya audit dan forensik terhadap sistem keamanan serta server KPU untuk memastikan titik serangan yang dimanfaatkan peretas. KPU juga wajib menjamin keamanan data pribadi sesuai dengan UU 27/2022 dan dapat dituntut dengan sanksi administratif jika terbukti lalai," tutur Pratama.

Sementara itu, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Bareskrim Polri telah melakukan analisis dan forensik digital terkait dugaan kebocoran data pemilih tersebut.

Kepala BSSN, Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian, mengatakan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan KPU dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mengusut kasus ini.

"Kami sudah melakukan analisis dan forensik digital terkait dugaan kebocoran data pemilih. Kami akan bekerja sama dengan KPU dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mengusut kasus ini. Kami juga akan memberikan rekomendasi kepada KPU untuk meningkatkan sistem keamanan situsnya," kata Hinsa dalam keterangan tertulis, Jumat (1/12/2023).

Hinsa juga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terpancing dengan isu-isu yang dapat mengganggu stabilitas nasional, terutama menjelang Pemilu 2024.

Ia juga meminta masyarakat untuk bijak dalam menggunakan dan menyebarkan informasi di dunia maya.

"Kami mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terpancing dengan isu-isu yang dapat mengganggu stabilitas nasional, terutama menjelang Pemilu 2024. Kami juga meminta masyarakat untuk bijak dalam menggunakan dan menyebarkan informasi di dunia maya. Jangan sampai kita menjadi korban atau pelaku penyebaran hoaks," pungkas Hinsa.

Artikel Terkait