Penulis
WR Supratman dikenal sebagai pencipta Indonesia Raya dan tokoh Sumpah Pemuda. Tapi akhirnya berakhir tragis.
Intisari-Online.com -Salah satu tokoh Sumpah Pemuda paling ikonik: WR Supratman.
Bagaimana tidak ikonik, dialah yang menciptakan lagu Indonesia Raya yang kelak menjadi lagu kebangsaan Indonesia.
Tapi siapa sangka, di akhir hayatnya, WR Supratman justru hidup berkalang kemiskinan.
WR. Supratman adalah seorang wartaawan sekaligus musisi yang memiliki sebuah biola model Amatus berukuran 4/4 atau standar.
Pada 28 Oktober 1928, di depan peserta Kongres Pemuda Kedua di Gedung Kramat 106 Jakarta, lagu bernapas kebangsaan 'Indonesia Raya' ciptaan Supratman berkumandang untuk pertama kalinya.
Bagaimana lagu Indonesia Raya tercipta?
Saat pergerakan makin hangat-hangatnya, dari Yogyakarta muncul anjuran agar komponis Indonesia menciptakan lagu yang bisa dijadikan lagu kebangsaan.
WR. Supratman pun begitu gembira, berhari-hari, siang malam dia mempersiapkan lagunya.
Hari kedelapan, jam lima pagi dia berhasil menyelesaikan not sebuah lagu yang dirasa bersemangat dan mencerminkan semangat rakyat yang tak bisa dirantai.
Supratman yakin lagu karangannya cocok dengan jiwa bangsa Indonesia yang sedang bangkit dari tidurnya yang lelap.
Dalam menyusun liriknya, Supratman teringat pidato Bung Karno di Bandung yang pernah didengarnya:
"Airnya kamu minum, nasinya kamu makan. Abdikanlah dirimu padanya. Kepada Ibu Pertiwi, Ibu Indonesia."
Dia kemudian menetapkan judul lagu ciptaannya, "Apa salahnya kalau aku namakan Indonesia Raya?" tanyanya pada diri sendiri.
Tanggal 22 Desember 1928 Supratman menulis surat ke pengurus Gedung Perhimpunan Indonesia di Kramat, Jakarta.
Isinya pemberitahuan telah tercipta sebuah lagu yang bersemangat dan berirama mars.
Dia minta diberi kesempatan untuk memperdengarkan lagunya.
"Kalau pun tak dapat dipakai sebagai lagu pergerakan atau kebangsaan, memadailah kalau diperdengarkan," tulisnya.
Dia ingin memperkenalkan lagu barunya di Kongres Pemuda Kedua 28 Oktober 1928.
Lagu Indonesia Raya kemudian diterima sebagai lagu perjuangan, pembangkit semangat dan tersimpan rapat di hati tiap orang.
Salinan lagu itu kemudian dicetak dan habis terjual, hingga mempercepat penyebarannya.
Semua orang sibuk menghafalkannya, tak mau kalah satu dengan yang lain.
Meski begitu, roda kehidupan terus berjalan, kadang WR. Supratman menjadi pusat perhatian namun kadang juga terlupakan.
Wage dua kali menikah, tapi dua-duanya berakhir tanpa meninggalkan keturunan.
Dia sebagai pengarang mulai dilupakan orang.
Hidupnya dibelit kemiskinan, semua barang habis dijual untuk makan dan berobat.
Tanggal 16 Agustus 1938 keadaannya makin melemah.
Terbangun sebentar dia hanya meninggalkan pesan:
"Serahkan lagu Indonesia Raya pada badan kebangsaan".
Dan itulah pesan terakhirnya.
Tanggal 17 Agustus 1938, dalam usia 34 tahun Wage Rudolf Supratman meninggal.