Sosok Jusuf Muda Dalam, Koruptor Indonesia Pertama yang Divonis Mati

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Jusuf Muda Dalam, inilah koruptor Indonesia pertama yang divonis hukuman mati. Dia meninggal sebelum vonis.

Jusuf Muda Dalam, inilah koruptor Indonesia pertama yang divonis hukuman mati. Dia meninggal sebelum vonis.

Intisari-Online.com -Pernahkan koruptor di Indonesia divonis mati?

Jawabannya pernah, dia adalah Jusuf Muda Dalam, Menteri Urusan Bank Sentral Republik Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia di masa Orde Lama.

Jusuf Muda Dalam adalah seorang politikus yang menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia pada 1963.

Di tengah kariernya yang tengah melejit, Jusuf Muda Dalam sempat tersandung beberapa kasus penting, salah satunya korupsi.

Dia juga menjadi salah satu menteri yang masuk ke dalam daftar nama pejabat tinggi yang dilengserkan karena dianggap berhaluan kiri atau komunis.

Akhirnya, Jusuf Muda Dalam ditangkap pada 18 Maret 1966.

Setelah melewati persidangan, didapatkan hasil bahwa Jusuf Muda Dalam resmi dinyatakan bersalah atas empat dakwaan.

Yaitu subversi (upaya menjatuhkan kekuasaan), korupsi, menguasai senjata api secara illegal, dan perkawinan yang dilarang undang-undang.

Jusuf Muda Dalam kemudian divonis hukuman mati yang akan dilakukan pada 9 September 1966.

Teuku Jusuf Muda Dalam lahir di Sigli, Aceh, 1 Desember 1914.

Pada 1936, Jusuf Muda Dalam memutuskan pergi ke Belanda untuk menempuh pendidikan sekolah dagang di Ekonomische Hoge School.

Selama berada di Belanda, selain menjadi mahasiswa, Jusuf juga terlibat dalam gerakan bawah tanah untuk menentang fasisme pemimpin Nazi Jerman, Hitler, pada 1943-1944.

Selain itu, ia juga menjadi wartawan dari harian De Waarhaid milik Partai Komunis Belanda.

Setelah pendidikannya selesai pada 1947, Jusuf memutuskan kembali ke Tanah Air dan bekerja pada Kementerian Pertahanan di Yogyakarta.

Kemudian, Jusuf bergabung dengan Partai Komunis Indonesia sebagai wakil PKI di Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 1951.

Namun, karena Jusuf merasa sistem politik yang ada di PKI tidak sesuai dengan karakternya, ia memutuskan loncat ke Partai Nasional Indonesia (PNI) pada 1954.

Sejak masuk PNI, karier politik Jusuf mengalami perkembangan.

Mulai dari menjadi anggota pengurus pusat, anggota parlemen, direktus, bahkan menjadi presiden direktur Bank Negara Indonesia (BNI).

Puncak kariernya terjadi ketika ia menjabat sebagai Menteri Urusan Bank Sentral sekaligus merangkap sebagai Gubernur Bank Indonesia tahun 1963.

Tersandung kasus korupsi

Selama menjabat sebagai menteri, Jusuf berhasil mengintegrasi seluruh bank pemerintah ke dalam satu bank besar bernama Bank Negara Indonesia (BNI) agar lebih mudah digunakan.

Sayangnya, di balik kesuksesannya tersebut, Jusuf diisukan gemar bermain perempuan.

Menurut kabar yang beredar, Jusuf memilki enam istri.

Terungkap cerita bahwa Jusuf setiap bulannya akan mengirimkan uang belanja sebanyak Rp40 juta kepada masing-masing istrinya tersebut.

Selain itu, Jusuf juga kerap memberi hadiah berupa barang-barang mewah, mulai dari mobil, perhiasan, sebidang tanah, sampai rumah.

Sejak saat itu, citra Menteri Jusuf mulai dipandang buruk oleh masyarakat Indonesia.

Dilengserkan Soeharto

Belum berhenti di situ, nama Jusuf Muda Dalam juga ternyata masuk ke dalam daftar pejabat tinggi yang harus ditangkap karena diduga menjadi pendukung komunis.

Daftar tersebut dibuat oleh Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto pada 1966.

Di samping memburu para antek PKI, Soeharto juga membentuk Tim Penertiban Keuangan atau Pekuneg yang diketuai oleh Mayor Jenderal R. Soerjo.

Tugas tim ini adalah mengumpulkan data-data penyelewengan uang negara.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, ternyata Menteri Jusuf Tuan Dalam diketahui telah menggelapkan uang negara sebanyak Rp97.334.844.515.

Jusuf didakwa telah menyelewengkan uang dari hasil deferred payment.

Deferred payment adalah kredit luar negeri dalam jangka waktu satu tahun yang digunakan untuk mengimpor barang-barang.

Setelah ditelusuri, ternyata barang-barang yang diimpor tidak membawa manfaat banyak bagi rakyat Indonesia.

Sebaliknya, barang-barang ini ternyata sudah dijadikan bahan spekulasi untuk berdagang, seperti scooter dan barang-barang mewah lainnya.

Divonis hukuman mati

Pada 18 April 1966, Tim Pemeriksa Pusat Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) menerbitkan surat penangkapan dan penahanan untuk Jusuf.

Tidak berselang lama, tepatnya tanggal 30 Agustus 1966, sidang perkara mulai dilakukan di Gedung Bappenas.

Didatangkan sebanyak 175 saksi di pengadilan untuk membuktikan apakah Jusuf Muda Dalam dinyatakan bersalah atau tidak.

Berdasarkan hasil sidang, Jusuf pun didakwa bersalah dalam empat perkara besar.

Yaitu tindak pidana subversi, korupsi, tindak pidana khusus menguasai senjata api illegal, dan perkawinan yang dilarang oleh undang-undang.

Pada akhirnya, Jusuf Muda Dalam resmi dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan dan akan dieksekusi pada 9 September 1966.

Akan tetapi, belum sempat dieksekusi, Jusuf sudah lebih dulu meninggal dunia di Rumah Sakit Cimahi pada 26 Agustus 1967, karena penyakit tetanus.

Artikel Terkait