Lebih Baik Membunuh Daripada Membunuh, Ini Prinsip Sosok Eksekutor PKI

Afif Khoirul M

Penulis

Burhan Kampak sosok eksekutor PKI.

Intisari-online.com - Burhan Kampak adalah salah satu tokoh yang terlibat dalam pembantaian anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan simpatisannya pada tahun 1965-1966.

Ia dikenal sebagai algojo yang tak pernah menyesal atas perbuatannya.

Ia bahkan mengaku bangga dan merasa berjasa bagi negara.

Burhan Kampak lahir di Jakarta pada tahun 1939.

Ia adalah anak dari seorang pedagang kain asal Aceh.

Sejak kecil, ia sudah tertarik dengan dunia politik dan organisasi.

Beliau aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).

Pada tahun 1965, ketika terjadi Gerakan 30 September (G30S) yang diduga dilakukan oleh PKI, Burhan Kampak bersama dengan teman-temannya di KAMI dan LDII membentuk Laskar Ampera.

Laskar Ampera adalah kelompok milisi yang bertujuan untuk membersihkan Indonesia dari pengaruh komunis.

Mereka bekerja sama dengan tentara dan polisi untuk menangkap, menyiksa, dan membunuh orang-orang yang dicurigai sebagai anggota atau simpatisan PKI.

Burhan Kampak diberi izin oleh pihak militer untuk membawa senjata api dan kapak saat melakukan aksinya.

Baca Juga: Kisah RPKAD Memburu Sosok Dukun Sakti PKI yang Kebal Senjata Api

Ia mengaku telah membunuh ratusan orang dengan cara menembak atau memenggal lehernya dengan kapak.

Ia juga mengaku tidak pernah merasa kasihan atau takut saat melakukannya.

Burhan mempunyai prinsip "Daripada dibunuh, lebih baik membunuh"

Bahkan menganggap dirinya sebagai pahlawan yang melindungi Pancasila dan NKRI dari bahaya komunis.

Burhan Kampak tidak pernah dituntut atau dipenjara atas perbuatannya.

Ia tetap hidup sebagai warga negara biasa hingga akhir hayatnya.

Ia meninggal pada tahun 2017 di usia 78 tahun.

Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Burhan Kampak adalah salah satu contoh dari ribuan orang yang terlibat dalam tragedi kemanusiaan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1965-1966.

Menurut perkiraan, sekitar 500 ribu hingga 3 juta orang tewas akibat pembantaian tersebut.

Namun, hingga kini, belum ada upaya resmi dari pemerintah untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi korban dan pelaku.

Artikel Terkait