Kisah Pilu Keluarga Pencipta Lagu Genjer Genjer, Rumah Ludas Diserbu Massa

Yoyok Prima Maulana

Penulis

Sinar Syamsi, putra pencipta lagu Genjer-genjer.

Intisari-onine.com - Lagu yang berjudul Genjer-genjer sering dikonotasikan dengan Partai Komunis Indonesia.

Lagu inidiciptakan oleh Muhammad Arief pada 1942, seorang seniman yang berasal dari Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Lirik lagu Genjer Genjer sebenarnta berceritatentang kesulitan hidup masyarakat Banyuwangi di zaman penjajahan Jepang yang hanya mampu mengonsumsi sayur genjer.

Namun seiring berjalannya waktu, lagu Genjer-genjer dilarang untuk dinyanyikan di era Orde Baru.

Selain menciptakan Genjer Genjer, Arief juga menciptakan banyak lagu tentang kehidupan sehari-hari masyarakat dalam bahasa Indonesia dan bahasa lokal, bahasa Using.

Setelah Indonesia merdeka, Arife bergabung dengan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) yang dipimpin oleh Amir Sjarifudin. Kemudian pada tahun 1950, Arief pindah ke Lekra dan menjadi Ketua Bidang Kesenian.

Lagu Genjer Gnjer sangatdisukai publik hingga akhirnya direkam di Irama Record Jakarta dan dinyanyikan Bing Slamet serta Lilis Suryani.

Diserbu Massa

Kala itu, usai G30S meletus, Arief baru pulang mengurus visa karena diajak bermain musik di Negeri Rakyat China (RCC).

Baru lima hari di Banyuwangi, Arief bercerita ke anak kandungnya Sinar Syamsi jika ia mendengar dari radio ada pembunuhan besar-besaran di Jakarta.

“Besoknya sudah banyak orang berkumpul dari lapangan yang sekarang jadi Stadion Diponegoro, lalu ke timur melewati Taman Blambangan. Saat lewat depan rumah, massa langsung masuk ke dalam. Saya sama ibu kabur,” ujar anak Arief, Sinar Syamsi Kepada Kompas.

Ia kemudian mengambil tas plastik warna putih yang di dalamnya berisi tiga buku tulis dibungkus dengan kertas koran lusuh yang tintanya mulai memudar.

“Hanya ini yang bisa saya selamatkan saat rumah di Temenggungan dihancurkan pada 30 September 1965. Saya ambil di antara buku-buku lain yang berserak. Waktu itu saya masih kelas IV atau V SD,” kata dia dengan suara tertekan.

Ia mengaku tidak habis pikir kenapa ayahnya dicap sebagai komunis. “Bapak saya rajin beribadah. Bahasa Arabnya juga bagus. Dia beragama Islam yang taat,” kata Arief.

Syamsi sendiri mengaku pernah diterima sebagai tentara pada tahun 1975. Namun, tanpa alasan yang jelas, namanya dicoret dari daftar. Kemungkinan besar, hal itu ada kaitannya dengan masa lalu ayahnya.

Baca Juga: Sejarah Genjer-genjer, Lagu Rakyat yang Jadi Lagu Terlarang Karena PKI

Artikel Terkait