Inilah Sosok Pemimpin PKI yang Terasingkan di Uni Soviet dan Kembali ke Indonesia Pasca-Kemerdekaan

Afif Khoirul M

Penulis

Inilah sosok Semaun, tokoh PKI sekaligus pemimpin PKI pertama di Indonesia.

Intisari-online.com -Semaun lahir pada tahun 1899 di Surabaya dengan nama asli Samsudin. Ia berasal dari keluarga miskin dan hanya tamat sekolah dasar.

Sejak usia muda, ia sudah aktif dalam pergerakan buruh, terutama di bidang kereta api.

Ia menjadi salah satu anggota Sarekat Islam (SI), organisasi massa yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda.

Pada tahun 1917, Semaun bersama dengan sejumlah pemuda SI mendirikan Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) yang kemudian berganti nama menjadi Serikat Buruh Kereta Api Hindia (SBKAH).

Organisasi ini menuntut kesejahteraan dan hak-hak buruh kereta api, serta menentang diskriminasi rasial dari pemerintah kolonial.

SBKAH juga menjadi salah satu cikal bakal dari PKI.

Pada tahun 1919, Semaun bersama dengan Tan Malaka dan Darsono mendirikan Perserikatan Komunis di Hindia (PKH), cabang dari Komintern atau Internasional Komunis.

PKH kemudian bergabung dengan SI dan membentuk sayap kiri yang lebih radikal.

Pada tahun 1920, PKH memisahkan diri dari SI dan mendeklarasikan diri sebagai Partai Komunis Indonesia (PKI).

Semaun terpilih sebagai ketua pertama PKI.

Sebagai ketua PKI, Semaun memimpin perjuangan kelas buruh dan tani melawan penindasan kolonial dan feodal.

Baca Juga: Pernah Jadi Anggota Volksraad, Sosok Pentolan PKI Ini Terlibat Dalam Pemberontakan Madiun

Ia juga mengorganisir beberapa aksi mogok massal, seperti Mogok Nasional pada tahun 1923 dan Mogok Umum pada tahun 1925.

Namun, pergerakan PKI mendapat tentangan keras dari pemerintah Belanda yang melakukan penangkapan, pembunuhan, dan pengusiran terhadap anggota-anggota PKI.

Pada tahun 1926, Semaun ditangkap oleh pihak Belanda dan dijatuhi hukuman mati.

Namun, hukuman itu kemudian dikurangi menjadi hukuman seumur hidup dan ia dipenjara di Boven Digul, Papua.

Di sana, ia bertemu dengan Tan Malaka dan Mohammad Hatta, tokoh-tokoh nasionalis lainnya yang juga ditahan oleh Belanda.

Pada tahun 1932, Semaun berhasil melarikan diri dari Boven Digul bersama dengan beberapa tahanan politik lainnya.

Ia kemudian menuju ke Uni Soviet melalui Singapura dan Tiongkok.

Di Uni Soviet, ia mendapat perlindungan dari Komintern dan menjalani pendidikan politik di Universitas Komunis Timur Jauh (KUTV) di Moskow.

Namun, di Uni Soviet, Semaun juga mengalami kesulitan. Ia tidak bisa beradaptasi dengan iklim dan budaya Soviet.

Ia juga tidak setuju dengan kebijakan Stalin yang menekan oposisi dan mengabaikan nasionalisme.

Kemudian menjadi salah satu korban dari Pembersihan Besar-Besaran yang dilakukan oleh Stalin pada tahun 1937-1938.

Baca Juga: Inilah Sosok Misterius di Balik Gerakan G30S PKI, Tak Pernah Diadili Secara Terbuka

Ia ditangkap oleh polisi rahasia Soviet (NKVD) dan dituduh sebagai mata-mata Jepang.

Semaun kemudian dibebaskan pada tahun 1941 setelah Jerman menyerang Uni Soviet.

Ia dikirim ke Tajikistan untuk membantu perjuangan rakyat Tajik melawan fasisme.

Di sana, ia menjadi salah satu pemimpin Partai Komunis Tajikistan dan menjabat sebagai wakil ketua Dewan Rakyat Tajikistan.

Juga menulis novel berjudul Hikayat Kadirun yang menceritakan tentang kehidupan rakyat Tajik.

Pada tahun 1949, Semaun kembali ke Indonesia setelah Indonesia merdeka dari Belanda.

Ia berharap bisa bergabung kembali dengan PKI dan berkontribusi untuk pembangunan Indonesia. Namun, ia mendapat penolakan dari PKI yang saat itu dipimpin oleh Musso dan D.N. Aidit.

PKI menganggap Semaun sebagai pengkhianat dan oportunis yang tidak setia dengan partai.

Semaun kemudian mencoba bergabung dengan Partai Murba, partai sayap kiri yang didirikan oleh Tan Malaka.

Namun, ia juga ditolak oleh Tan Malaka yang menganggap Semaun sebagai agen Soviet.

Semaun akhirnya menjadi tokoh politik yang terasingkan dan tidak punya tempat di Indonesia.

Baca Juga: Di Balik Suasana Horor Film G30S PKI, Ternyata Sosok Inilah Penata Musiknya

Semaun meninggal pada tahun 1950 di Jakarta karena sakit.

Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dengan upacara militer.

Namun, makamnya kemudian dihancurkan oleh pemerintah Orde Baru pada tahun 1965 setelah terjadinya Gerakan 30 September yang melibatkan PKI.

Semaun menjadi salah satu tokoh komunis yang dilupakan oleh sejarah Indonesia.

Artikel Terkait