Negara Terkaya Sekelas Amerika Ternyata Masih Butuh Suplai Nikel Dari Indonesia

Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi - Menguak potensi nikel Indonesia di mata dunia.

Intisari-online.com - Nikel adalah salah satu komoditas tambang yang memiliki peran penting dalam industri energi bersih, khususnya untuk pembuatan baterai kendaraan listrik.

Permintaan nikel di dunia terus meningkat seiring dengan pertumbuhan pasar kendaraan listrik yang diprediksi akan mencapai 26 juta unit pada tahun 2030.

Namun, tidak semua negara memiliki sumber daya nikel yang melimpah dan berkualitas.

Indonesia adalah salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia, dengan produksi mencapai 760.000 ton metrik (MT) pada tahun 2019.

Indonesia juga telah melakukan hilirisasi nikel dengan membangun sejumlah pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di berbagai daerah, seperti Morowali, Obi, dan Weda.

Dengan demikian, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pemasok nikel baterai bagi negara-negara yang membutuhkan, termasuk negara terkaya sekelas Amerika Serikat (AS).

Meskipun AS merupakan negara maju dengan teknologi canggih, ternyata AS masih membutuhkan suplai nikel dari Indonesia untuk memenuhi kebutuhan industri energi bersihnya.

Hal ini terlihat dari fakta bahwa AS merupakan peringkat ketujuh tujuan ekspor nikel Indonesia, dengan nilai mencapai 1,3 miliar dollar AS pada tahun 2020.

Negara tujuan ekspor utama nikel Indonesia adalah China, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, dan Norwegia.

Negara-negara ini juga merupakan produsen dan konsumen kendaraan listrik yang besar di dunia.

Namun, hubungan dagang antara Indonesia dan AS terkait nikel mengalami kendala akibat kebijakan AS yang mengucilkan produk nikel asal Indonesia dari paket subsidi energi bersih yang bernilai 370 miliar dollar AS.

Baca Juga: Indonesia Bisa Rugi Bandar Gara-Gara Tambang Nikel Indonesia Dikorupsi Rp5,7 Triliun

Kebijakan ini didasarkan pada alasan bahwa Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS, sehingga produk nikel Indonesia dianggap tidak ramah lingkungan.

Kebijakan AS ini tentu merugikan Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia.

Namun, Indonesia tidak perlu terlalu khawatir, karena masih memiliki pasar lain yang potensial, seperti Afrika, Australia, dan China.

Selain itu, Indonesia juga dapat meningkatkan nilai tambah produk nikelnya dengan melakukan kerjasama dengan produsen lithium dunia, seperti Argentina dan Brasil.

Dengan demikian, Indonesia dapat menjadi sumber industri dari ekosistem baterai kendaraan listrik.

Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam industri energi bersih global melalui komoditas nikelnya.

Namun, hal ini juga harus diimbangi dengan pengelolaan sumber daya nikel yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, serta memperhatikan aspek sosial dan ekologis dari rantai pasok nikel baterai.

Dengan begitu, Indonesia dapat memberikan manfaat bagi perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakatnya.

Artikel Terkait